Ngayau : Dahulu, Kini, Masa Depan

ilustrasi: King. 

SANGGAU NEWS : Ngayau adalah istilah ini kerap disalahmengerti orang luar Dayak. Dikira suatu tradisi dan praktik sembarangan tanpa tujuan. Padahal, jika dimengerti, makna filosofinya sangat dalam.

Ngayau berarti : pergi berperang (Fridolin Ukur dalam buku Tantang Jawab Suku Daya (1971). 

Ngayau berasal dari kata kayau yang berarti “musuh” (Lontaan, 1975 halaman 532).

Untuk diketahui bahwa Ngayau antar-suku Dayak sepakat diakhiri Dayak Borneo Raya untuk mengakhirinya. Ini terjadi pada pada 22 Mei - 24 Juli 1894, ketika diadakan Musyawarah Besar Tumbang Anoi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu,  Kalimantan Tengah. 

Bagi Anda yang belum mafhum sepenuhnya, inilah tujuan/motivasi Ngayau. 
  1. Mendapatkan tambahan daya (rohaniah).
  2. Balas dendam.
  3. Kepala musuh diyakini sebagai penambah daya tahan berdirinya bangunan (.U. Lontaan (1975: 533-537) .
  4. Survive (mempertahankan diri. )
  5. Melindungi pertanian.
  6. Dapat ditambahkan lagi, ngayau zaman now: memberantas kemiskinan, keterbelakangan, pemarjinalan, dan pemiskinan di berbagai bidang.

Pada eranya, di pedalaman Kalimantan, suku Dayak hidup dalam masyarakat yang kaya akan tradisi dan kepercayaan. 

Salah satu kata yang merangkum sebagian besar identitas dan budaya mereka adalah "Ngayau." Kata ini memiliki makna yang dalam dalam kehidupan mereka - pergi berperang.

Ngayau, lebih dari sekadar perang, adalah upaya untuk mempertahankan diri, terutama dalam persaingan suku-suku di kalangan suku Dayak. 

Asal kata "Ngayau" menarik karena bersumber dari kata "kayau," yang secara harfiah berarti "musuh." Bagi suku Dayak, konflik dan peperangan adalah bagian integral dari sejarah dan budaya mereka. 

Peperangan itu sendiri sering kali bermuara pada konflik antar-suku yang melibatkan musuh-musuh mereka. Konflik semacam ini sering mewarnai kehidupan suku Dayak di Kalimantan.

Baca Belajar Dari Vereenigde Oostindische Compagnie - VOC : Modal Nekad

Namun, seperti banyak konflik dalam sejarah, suku Dayak juga tahu bahwa perdamaian adalah cita-cita yang mulia. Pada 22 Mei - 24 Juli 1894, peristiwa bersejarah terjadi di Desa Huron Anoi Kahayan Ulu, Kalimantan Tengah. Peristiwa ini dikenal sebagai Musyawarah Besar Tumbang Anoi, di mana suku Dayak sepakat mengakhiri tradisi peperangan yang telah lama mewarnai kehidupan mereka.

Praktik Ngayau memiliki berbagai tujuan dan motivasi di baliknya. Pertama, mereka percaya bahwa melalui Ngayau, mereka bisa mendapatkan tambahan daya rohaniah, yang akan memperkuat mereka secara spiritual. Selain itu, balas dendam juga seringkali menjadi pendorong kuat dalam praktik ini - melibas musuh sebagai bentuk pembalasan atas kejahatan atau perbuatan buruk yang pernah mereka alami.

Namun, elemen yang mungkin paling unik adalah kepercayaan bahwa kepala musuh yang diambil dalam peperangan memiliki kekuatan magis. Keyakinan ini meyakini bahwa kepala musuh dapat digunakan sebagai penambah daya tahan bagi berdirinya bangunan, memberikan perlindungan supernatural. Ini adalah bukti kuat dari bagaimana budaya dan spiritualitas terkait erat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Baca Babai Cinga Tinggal Dan Berasal Dari Tampun Juah

Lebih dari sekadar perang, Ngayau juga adalah sebagai upaya untuk mempertahankan diri, terutama dalam persaingan suku-suku di kalangan suku Dayak. 

Selain itu, praktik ini kadang-kadang dihubungkan dengan perlindungan pertanian dan sumber daya penting untuk kelangsungan hidup suku Dayak.

Ngayau adalah jendela ke dalam dunia kaya budaya dan spiritualitas suku Dayak. Meskipun perang mungkin telah mendominasi sejarah mereka, upaya seperti Musyawarah Besar Tumbang Anoi mewakili dorongan kuat untuk mencapai perdamaian dan mengakhiri konflik, sekaligus menjaga akar tradisional mereka yang dalam. (Rangkaya Bada)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url