Babai Cinga Tinggal dan Berasal dari Tampun Juah

  • Tampun Juah, situs bersejarah yang diakui asal usul semua Dayak Sarawak dan Kalimantan Barat kecuali Kanayatn. Dikisahkan sebagai asal dan tempat tinggal Babai Cinga.
Tampuan Juah. Wilayah yang kini terletak di kawasan Segumon, Sekayam Hulu, adalah salah satu titik penting dalam sejarah Kalimantan Barat. 

Diakui oleh berbagai suku bangsa di Kalimantan Barat, kecuali Kanayatn, Tampuan Juah sebagai titik "tanah semula jadi" atau akar budaya yang mendalam. 

Letaknya di dekat perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia. Membuatnya situs bersejarah memiliki nilai historis dan budaya yang sangat penting dalam sejarah regional.
Baca Sejarah Sanggau

Dalam konteks genealogis dan sejarah asal usul komunitas di wilayah ini, perlu dicatat bahwa Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei memiliki banyak persamaan sejarah. Sebagian besar dari wilayah ini adalah bagian dari wilayah yang sama pada masa lalu dan memiliki ikatan budaya, etnis, dan sejarah yang kuat.

Pada masa lalu, banyak suku dan etnis yang mendiami wilayah Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei telah berinteraksi secara intens, melakukan perdagangan, pertukaran budaya, dan bahkan memiliki ikatan kekeluargaan. Hal ini terutama berkaitan dengan penyebaran penduduk yang bermigrasi di wilayah ini selama berabad-abad.

Tampun Juah, "tanah semula jadi" ini pun, dengan suara srak srak-basah; dicipta artis asal Ketapang; Thomas Tion. Menarasikan kisahan asal mula, kampokng asal, orang Dayak di Pulau Borneo.
Nikmati lagu berbahasa Bidayuhik ini: TAMPUN JUAH

Sejarah ini telah membentuk komunitas-komunitas yang saling terkait dan saling memengaruhi antara Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei. Bahkan dalam banyak aspek, budaya, dan tradisi, kesamaan antara ketiga wilayah ini masih terasa hingga hari ini.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan erat dalam sejarah asal usul komunitas di Kalimantan Barat, Sarawak, dan Brunei, dan hal ini telah membentuk ikatan budaya dan sejarah yang kuat di antara mereka. Kesamaan ini adalah salah satu hal yang menarik dalam pemahaman sejarah dan budaya regional di wilayah ini.

Dalam Lontaan (1975: 170-171) perjalanan Daranante mencari Babai Cinga dikisahkan sebagai berikut:

Perkataan "SANGGAU" terambil dari nama sejenis pohon, yang tumbuh di bawah muara sungai Tempat tertambatnya bidar-bidar yang pernah ditumpangi DARA NANTE dengan rombongannya, mencari suaminya yang bernama BABAI CINGA.

Tempat persinggahan rombongan Dara Nante tersebut sekarang ini hanya merupakan sebuah parit. Jaraknya dari mesjid Jami' Sanggau kira-kira hanya 40 M. sebelah hilir.

Babai Cinga adalah Dayak, asli Tampun Juah. Sedangkan Dara Nante keturunan wangsa Majapahit dari Sukadana. Dalam narasi era kerajaan Sanggau, peran Babai Cinga terpinggirkan. Sanggau dijuluki "Bumi Daranante", bukan "Babai Cinga Daranante" seperti sepasang legenda Iban, Keling Kumang.

Sanggau adalah nama sebuah tempat yang diambil dari nama sejenis pohon yang tumbuh di bawah muara sungai tempat tertambatnya bidar-bidar yang pernah ditumpangi Dara Nante dan rombongannya saat mencari suaminya yang bernama Babai Cinga.

Dalam perjalanan mereka, mereka sampai di muara sungai Sekayam, tetapi perjalanan mereka terhalang oleh pohon-pohon bayam yang telah berkayu besar. 

Meskipun menghadapi rintangan ini, mereka tidak putus asa dan mencoba untuk memotong pohon-pohon bayam tersebut dengan berbagai cara. Mereka bahkan berusaha dengan menggunakan jakannya. Namun, pekerjaan ini terbukti sangat sulit dan belum juga selesai.

Kemudian, dalam mimpi Dara Nante, seseorang memberikan saran untuk menggunakan jarum perenda. Dara Nante mengikuti saran tersebut dan berhasil memotong pohon-pohon bayam tersebut. Setelah rintangan ini teratasi, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri sungai dengan hati gembira.

Mereka akhirnya sampai di sungai Entabai, di hulu sungai itu, di kampung Tampunjua, dan menemukan Babai Cinga yang sangat mereka rindukan. Pertemuan mereka sangat manis dan romantis, dan semua rindu dan dendam mereka tercurahkan.

Setelah pertemuan itu berlalu, Dara Nante pulang dengan rombongannya ke kampung Labai. Di perjalanan pulang, mereka bertemu dengan seseorang bernama Dakkudak, yang ditugaskan untuk memimpin pemerintahan di Sanggau. Namun, Dakkudak ternyata tidak sanggup menjalankan tugasnya dengan baik karena ia tidak mengerti adat daerah tersebut dan banyak masalah yang sulit diputuskan.

Akhirnya, Dakkudak meninggalkan tugasnya sebagai pemerintah dan pergi ke daerah Semboja dan Segarong dekat kampung Bunut.*)

Catatan:
Cerita ini memiliki unsur-unsur cerita rakyat atau legenda yang berkembang dalam alam budaya Dayak dan Senganan (Melayu) Sanggau. Babai Cinga adalah Dayak, sedangkan Daranante wangsa kerajaan Majapahit berasal dari Sukadana.



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url