Apai Janggut dan Kisah Pesawat Tidak Dapat Melihat dan Mendarat di Bumi Sungai Utik (Bagian 6 dari 10 Tulisan)
Apai janggut di ruai depan bilek-nya di Sungai Utik. |
Dalam labirin kehidupan yang penuh warna. Ada kisah menarik, sedikit mistik, yang menjulang tinggi meningkap atas permukaan bumi Sungai Utik. Mengilhami dan mengajak kita merenungkan nilai-nilai sejati. Tentang alam. Manusia. Dan lingkungan sekitar.
Di tengah gemuruh zaman yang semakin menggerus hutan dan wilayah adat. Muncul Apai Janggut. Seorang pemimpin Dayak ugahari. Sosok yang menjelma sebagai "pendekar lingkungan," membawa harapan dan kebijaksanaan kepada kita semua.
Kisahnya seolah dirajut dengan benang makna dari frasa bijak dalam bahasa Iban, "Tinduk bepangkal ke pengingat, bejalai betungkat ke Adat," yang terbukti mengalirkan esensi hidup yang dalam.
Cerita yang luar biasa ini terus bergerak maju saat Apai Janggut, yang juga dikenal sebagai Bandi, menerima penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4.
Baca Angela Merkel: Anugerah Gulbenkian 1 Juta Euro Untuk Apai Janggut
Penghargaan ini diberi oleh Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, Portugal, pada 19 Juli 2023.
Di antara 143 nominasi dari 55 negara, Apai Janggut terpilih sebagai penerima penghargaan yang menghargai pengabdiannya pada lingkungan dan ekosistem. Pria yang memilih hidup sebagai "bujang tuai" ini ada bersama dengan Cécile Bibiane Ndjebet dari Kamerun dan Lélia Wanick Salgado dari Brasil menerima penghargaan tertinggi di dunia di bidang ligkungan.
Tentu itu capaian luar biasa. Apai bagai menggenapi ilmu ubi. Diam-diam berisi. Sekaligus menerapkan falsafah bunga: menebar aromanya, dalam diam, tanpa gembar gembor dirinya harum. Dalam pepatah petitih Jawa, Apai Janggut di dalamnya memancarkan sosok yang "Sepi ing pamrih, rame ing gawe."
Kisah ini memberi kita gambaran luar biasa. Tentang apa yang dapat dicapai ketika ketekunan dan cinta terhadap alam bergandengan tangan. Apai Janggut dan rekan-rekannya telah menjadi penjaga dan penyelamat ekosistem yang krusial secara lokal, dengan dampak yang meluas hingga ke keseimbangan ekologi global dan upaya untuk meredakan perubahan iklim.
Namun, kehidupan "tuai rumah" rumah panjang Sungai Utik telah menjadi perjalanan panjang yang penuh arti sebelum penghargaan ini diterima. Sebagai penerima penghargaan Kalpataru dan Equator Prize dari UNDP, dia adalah pahlawan di hutan Sungai Utik, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Baca Yani Saloh: Figur Di Balik Apai Janggut Meraih Penghargaan Lingkungan Di Aras Internasional
Melalui masa penuh perjuangan dan pengorbanan, Apai telah berjuang melawan penebangan liar, transformasi fungsi hutan, produksi minyak kelapa sawit, dan upaya-upaya korporasi yang merugikan alam dan masyarakat setempat.
Seluruh cerita ini seolah menjadi sebuah harmoni yang utuh, dimulai dari petikan bijak yang membimbing, perjuangan dalam menjaga tanah adat. Sedemikian rupa, hingga pengakuan internasional yang diberikan kepada Apai Janggut. Kisah perjuangan Apai mengingatkan kita akan pentingnya menyatu antara perlindungan alam dan keberlanjutan budaya.
Baca Apai Janggut Dan Kecerdasan Alam (Bagian 5 Dari 10 Tuisan)
Di tengah arus perubahan, Apai Janggut mengilhami kita semua untuk tetap berpegang pada nilai-nilai yang sungguh berharga, untuk merangkul alam dan tradisi, dan untuk mewariskan dunia yang lebih baik kepada generasi mendatang.
Kembali kepada akar yang sejati. Merangkul panggilan hutan yang mengundang dengan bisikan daun dan angin. Demikianlah daya tarik Sungai Utik, sebuah dunia yang mengalir dalam harmoni dengan sistem kepercayaan yang ditanamkan oleh nenek moyang suku bangsa Dayak.
Apai Janggut : Pendekar Yang Menerapkan Ilmu Padi
"Jika seseorang mengunjungi Sungai Utik dengan niat baik, kami pun akan menerima mereka dengan tulus. Namun, peringatkanlah yang berniat jahat, sebab takdirnya akan seperti pesawat yang terhalang pandangan," tutur Apai.
"Kita hanyalah alat, bukan pencipta alam semesta ini. Kami hanya penjaga hutan yang setia dan bagi pemilik hakiki alam semesta yang memiliki kuasa," jelas lelaki dengan senyuman hangat di balik jenggot putihnya sedada yang lebat. *)