Apai Janggut: Pendekar Lingkungan dari Sungai Utik (Bagian I dari 10 Tulisan)

Apai Janggut. Kredit foto: Mongabay
Preambul:
Sebagai sesama insan yang menjunjung tinggi hutan adat, dan bagian dari alam semesta yang asri, kita merasa bangga pada sosok berperawakan sedang ini. Keturunan langsung Keling Kumang generasi ke-8 dari Sungai Utik, Kapuas Hulu ini telah menerima berbagai anugerah di bidang lingkungan: Mulai dari Kalpataru, Equator Prize, dan kini anugerah Gulbenkian. Apai menerima langsung prize itu pada upacara di Yayasan Gulbenkian di Lisbon, Rabu, 19 Juli 2023 langsung dari Angela Merkel.
Baca Angela Merkel: Anugerah Gulbenkian 1 Juta Euro Untuk Apai Janggut 

Orang luar saja mengakui tokoh kita ini mengapa kita tidak? Sebagai salah satu ujud pengakuan, kita patut melakukan apa yang Apai lakukan. Namun, bagaimana melakukan apa yang Apai lakukan jika kita tidak mengenalnya?

Untuk itulah pengasuh Sanggau News memutuskan menurunkan 10 serial tulisan terkait Apai Janggut. Narasi disiapkan risetnya, dan ditulis penulis senior dan angkatan 2.000 dalam sastra Indonesia asal Jangkang, Masri Sareb Putra.

Selamat mengikuti!

Bandi Anak Ragai. Adalah asli dan nama lengkapnya. 

Dari sisi nama, ia mewarisi tradisi kaum Iban. Yang selalu menyebut seseorang anak dari ayah siapa? Ragai adalah nama ayah yang menurunkan lelaki pendekar lingkungan dari ranah Iban, Sungai Utik, Kapuas Hulu ini.
Kunjungi dan simaklah Pidato Apai Janggut Bandi anak Ragai terima Gulbenkian Prize for Humanity di Lisbon Portugal

"Apai Janggut" demikian lelaki dengan jenggot putih itu kerap disapa. Ia tuai rumah Sungai Utik, Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Di Kalbar umumnya, khususnya di Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu, hampir semua orang mengenal “Apai Janggut”. 

Disapa demikian, lantaran ciri khasnya yang memelihara janggut putih hingga dada. 

Menurut Apai, mengapa penjaga menoa dan utai itu memelihara janggut, hal itu atas maklumat dari Kumang, salah satu  leluhur yang dihormati kaum Iban.

"Suatu malam saya tidur lelap. Dalam tidur, saya bermimpi. Kumang datang, dalam mimpi itu. Dewi orang Iban yang amat bajik itu minta saya memelihara janggut, sebagai petanda orang bijak dan bepengaroh (berilmu)," kisah Apai.

Dan memang Kumang kerap datang di berbagai kesempatan. Di kantor pusat CU Keling Kumang, Tapang Sambas, Sekadau didirikan rumah panjai dengan tangga sempana. Nah, tamu baru dan khusus yang tidur di sana malam-malam biasanya disapa Kumang. Jika bukan melalui penampakan, ya lewat mimpi.

Liu Ban Fo, nama pena Munaldus Nerang salah satu pendiri CU Keling Kumang, menjelaskan bahwa memang rumah panjang di Tapang Sambas didedikasikan untuk Kumang. Kumang tinggal di sini. Sementara suaminya, Keling, berada di rumah panjang di kantor sentral CUKK di Sintang.

"Senja menjelang malam ketika itu. Seorang tamu baru, wanita, lari terbirit dan berkata terbata-bata. Ia melihat seorang perempuan cantik, berambut panjang. Saya katakan padanya: jangan takut! Itu Kumang yang datang, biasanya menyapa tamu baru," terang Munal.

Akan tetapi, hanya di rumah panjang Kumang di Tapang Sambas ini saban tahun dipergelarkan upacara adat "Ngumbai Keling Kumang". Yakni memanggil ruh leluhur orang Iban, Keling Kumang.

Apai Janggut tak pernah alpa berada di upacara itu. Apai bagian, orang dalam dari  Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK).

Ia pelestari hutan adat di sana, sekaligus pelesteri seni budaya. Ia selalu diminta baik oleh Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK) maupun masyarakat setempat untuk “melihat” tanda-tanda alam. Apakah sebuah bangunan tepat didirikan di suatu tempat, kapan didirikan, kapan mengadakan upacara adat dan budaya?

Untuk mendirikan sepasang tugu tinggi besar, yakni tugu Keling Kumang, dengan bobot lebih dari satu kuintal di Tapang Sambas, Sekadau misalnya, Apai Janggut turun tangan. 

Setelah berjam-jam belum juga berdiri  dengan diikat tali tambang, Apai Janggut menyarankan menariknya menggunakan tepus (zingiber spectabile). Dalam sekejap, berdirikan kedua patung itu.

Apai baca buku 101 Tokoh Dayak jilid 2 (2015: 24-26) karya Masri Sareb Putra yang membuat biografi singkatnya sebagai salah seorang tokoh Dayak.

Di tengah-tengah semakin tergerusnya seni budaya Dayak oleh modernisasi dan berbagai kepentingan ekonomi atas nama pembangunan, rumah panjang atau dalam bahasa Ibaniknya “rumah panjai”, bangunan tradisional khas Dayak yang mencerminkan kehidupan komunal dan gotong royong, pun semakin langka.

Kini, rumah panjang di Kalimantan dapat dihitung jumlahnya dengan jari. Salah satunya, rumah panjang Sungai Utik. Letaknya di pinggir sungai Embaloh. 

Seperti zaman baheula, maka rumah bulai, rumah rakyat, yang memang dibangun di tepi sungai untuk memudahkan berbagai kepentingan. 

Selain transportasi, sungai pada waktu itu multifungsi. Antara lain, untuk mandi, cuci, sekaligius kakus. Namun, dirancang sedemikian rupa, agar masing-masing fungsi berjalan alami.

Di usia mendekati 90 tahun, Apai masihlah gagah perkasa. Sisa-sisa ganteng dan keperkasaan, masih tergores di wajah dan sekujur tubuhnya yang seperti tak kenal rapuh.

Ia bertato dengan motif bunga terong. Motif khusus tato pada tubuh seseorang, yang dalam tradisi Iban menyimbolkan kepemimpinan sekaligus kedigdayaan. 

Simbol ini pas bagi Apai Janggut. Mengapa? Sebab selain tuai rumah Sungai Utik, Apai adalah pemimpin spiritual suku bangsa Iban terutama di wilayah Kalimantan Barat.

Bahkan dalam setiap kesempatan, Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK) selalu ngumbai datae (mengundang) Apai Janggut untuk memimpin semua acara adat dan ritual. Bandi Anak Ragai juga seorang intelektual yang menguasai tacit knowledge. Kerap tampil sebagai nara-cerita di kalangan Dayak Iban di Borneo.

Selain simbol leadership, tato bunga terong di kalangan suku bangsa Iban juga kedigdayaan, keberanian, dan kekuatan (karakter dan fisik). 

Jadi, anak-anak muda yang tidak paham makna simbol dan tato; belajarlah dari Apai. Ia menerapkan ilmu padi. Seorang ugahari. 

Apai adalah pendekar sejati yang tidak pernah mengaku bahwa dirinya adalah seorang adidaya. Namun, pengakuan senantiasa datang dari orang lain. 

Dalam frasa Iban, tato bunga terong itu menunjukkan "pejauh bejalae" seseorang. (bersambung)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url