Patung Keling Kumang di Tapang Sambas dan Misteri Batang Tepus

 

Apai Janggut dan  Munaldus sebelum "sandi tepus" dipecahkan.

SANGGAU NEWS : Keling Kumang adalah sepasang dewa dewi orang Iban. Karenanya, mereka leluhur lintas-negara. Terutama Iban Malaysia dan Indonesia, dan Iban di mana pun berada di seantero dunia. Tak ada yang tidak mafhum akan legenda mereka.

Baca IKN Pasca Jokowi : Seperti Myanmar Atau Malaysia Yang Berjaya?

Maka ada upaya mengabadikannya. Antara lain lewat patung, rupa mereka. Ia adalah upaya manusia rasional untuk selalu ingat dan dekat dengan mereka.

Inilah kisah bagaimana patung sepasang dewa dewi Iban itu ditancapkan di Kantor Pusat Credit Union (CU) Keling Kumang di Tapang Sambas, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Kisah yang sungguh unik.

Batang belian panjang dan besar itu tergeletak begitu saja di atas tanah. Panjangnya 7 meter. Berdiameter 40 sentimeter. Bobotnya mencapai tidak kurang dari setengah ton.

Baca Rusun Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) Sekadau

Kini tidak mudah menemukan belian utuh, lagi besar, di hutan-hutan Kalimantan. Kayu belian itu dibawa dari hutan berangan untuk ditanam di depan kantor pusat CU Keling Kumang Tapang Sambas, Kab. Sekadau, Kalbar.
Hari itu, desa yang dulunya sepi, kini jadi pusat kegiatan. Jantung sebuah gerakan yang memutar geliat seluruh aspek kehidupan masyarakat pedesaan. Menjadi motor ekonomi kerakyatan dengan 210.503 anggota. Asetnya 1,9 T demikian menurut data hingga ujung tahun 2022.

Berbentuk rumah betang, kantor pusat CU Keling Kumang ini didesain secara spesial. Dengan kembali ke awal mula orang tua zaman dahulu kala membangun langkau huma.
“Kantor pusat Tapang Sambas, bentuknya rumah betang adalah representasi untuk Keling. Sedangkan kantor Sintang, juga rumah betang, itu adalah representasi Kumang. Kami memformulasikannya seperti itu,” terang Munaldus.
Misteri batang tepus pun, terungkap.
Tampak Dr. Kristianus turut larut.
“Ketika membangun kantor di Tapang Sambas,” imbuh pendiri CU sekaligus pemberi nama Keling Kumang ini, “Seorang tukang yang tidur di kerangka rumah yang sedang dibangun, lari tebirit-birit. Malam hari, ia melihat bayangan wanita cantik. Mereka lapor ke saya. Saya bilang, ndak usah takut. Itu Kumang. Waktu itu, saya minta yang bersangkutan menceritakan dan membuat sketsa gambar yang dia lihat. Mirip ciri-ciri Kumang yang dikisahkan dalam cerita buah main,” cerita lelaki putra ketiga pasangan Markus Nerang dan Theresia In’a ini.
Sang ayah memang dikenal sebagai orang yang bisa berkomunikasi dengan “dunia atas”. Ada sedikit “baju” melekat di tubuhnya, meski tidak tebal. Ada sedikit kemampuan supratanural diwarisinya. Itu sebabnya, Nerang punya indera keenam.

“Tiap kali melakukan hal-hal besar, saya selalu minta petunjuk dari ayah. Ia minta waktu. Nunggu mimpi. Baru disampaikannya boleh bikin itu bikin ini, termasuk kapan waktu membangun kantor pusat.”
Pemilik nama pena Liu Ban Fo ini berkisah, "Akulah yang pertama kali memberi nama CU yang kami gagas di Pontianak tahun 1992 dan didirikan 25 Maret 1993 bernama: Keling Kumang. Aku mengagumi tokoh sepanjang masa ini, Keling dan Kumang, dari almarhum nenekku, Benang. Nenek sering menceritakan legenda ini ketika usiaku di bawah 10 tahun. Kini aku bisa membacanya kembali dalam novel. Aku yakin, Keling dan Kumang membimbing CU Keling Kumang dari alam keabadian,” imbuh ketua pengurus CUKK selama 20 tahun ini."
Toh Keling dan Kumang bukan sekadar legenda. Mereka sungguh nyata dalam kehidupan kaum Iban.Tahun 2011, kisah Munaldus, “Kami pernah memanggil dua legenda itu dalam sebuah upacara adat. Namanya: Ngumbai Keling Kumang. Dan ternyata, Keling dan Kumang benar-benar datang.”
Itulah awal mula, terbesit niat mendirikan patung Keling Kumang di kantor Pusat Tapang Sambas sebagai pengingat. Ketika itu, batang belian sudah siap dipahat. Warna tetap dibiarkan alami. Wajah dan rupa dibayangkan semirip mungkin. Para pemahat tradisional, yang paham sejarah dan ritus, sudah melakukan pekerjaan. Kini patung siap untuk didirikan.
Kearifan lokal vs. logika modern.

Saat mendirikan patung Keling, setelah menghabiskan waktu 130 menit baru dapat terpasang. Namun, saat mendirikan patung Kumang, atas petuah dari Apai Janggut agar menggunakan batang tepus (sejenis tanaman sumpak atau kecombrang). Hanya beberapa menit saja, kayu belian seberat hampir satu ton dapat terpasang dengan mudah.

Sudah tiga jam belasan pria, gagah perkasa, dengan otot kekar dan kuat mendirikan, patung Keling Kumang tetap tidur di atas tanah. Dengan kekuatan tali nilon sebesar ibu jari kaki, yang diikat sana sini lalu ditarik dari empat penjuru mata angin, patung tetap tidak berhasil tegak juga.
Semua putus asa. Tidak tahu harus berbuat apa. Ribuan hadirin yang menyaksikan upacara, mulai gelisah. Apalagi gerah mulai terasa membosankan bersamaan dengan sinar matahari yang menyengat.
Sampai datang seorang tua, berjenggot. Usia lebih 80 tahun. Orang memanggilnya “Apai Janggut”, meski nama aslinya Bandi Anak Raga, tuai rumah Sungai Utik, dari Putussibau. Ia keturunan Keling generasi ke-7.

“Meia jeman dulu kelia bukae pakae tali nilon, pakae tepus,” Apai Janggut menyibak rahasia. Zaman dahulu kala, orang menarik dan mengangkat benda seberat ratusan, bahkan ribuan kilo, termasuk pilar utama rumah panjang, bukan dari nilon melalinkan dari batang tepus.
Maka segera dicari di sekitar tumbuhan yang nama vernakular : Tepus Tanah, Tepus Halia, Tepus Tunduk Nama Botani : zingiber spectabile Famili: Zingiberaceae ini. Sesegera ditemukan, diikat dan disambung-sambung. Empat penjuru mata angin menariknya berdiri. Dalam tempo 15 menit, berdirilah patung Keling dan Kumang.

Valentinus, CEO CU Keling Kumang, turut mendirikan patung Keling Kumang di Kantor Pusat CU KK di Tapang Sambas.

Orang-orang terheran-heran. Sebagian memandang ke Apai Janggut yang menyimpan rahasia. “Itu bukan gaib, itu kearifan nenek moyang. Kumang yang memberitahu saya lewat mimpi,” kata Apai Janggut. Tepus, termasuk jenis halia, dahulu kala –menurut jerita tuai—bunganya pembersih rambut Kumang, sehingga batang-batangnya lentur mengalahkan kekerasan.

Pematung tradisional yang memvisualkan Keling Kumang berasal dari kampung Tapang Perodah. Disapa Marius Roten, pria yang tidak bersekolah seni itu seperti menjiwai betul pekerjaan tangan nan halus itu. Jadilah rupa sepasang Rama Shinta-nya orang Iban, Keling Kumang, abadi dalam tunggul tebelian – simbol kekuatan dan keabadian.
Pada akhirnya.... berkat tacit knowledge Apai Janggut, yang mengetahui misteri batang tepus. Maka sepasang patung Keling Kumang ini pun tegaklah. 

Tapi misteri tentang tepus tetap abadi. Tanaman mirip lengkuas di tanah berbunga indah berwarna merah apabila berkembang sepenuhnya. Bunga yang masih muda, serta batang mudanya enak disayur, apalagi sebagai bumbu ikan dan masakan lainnya. Tepus tanah membiak dengan cara pecahan rizom dan biji benih. Bunganya banyak dijual sebagai bunga keratan untuk dijadikan gubahan bunga.

Kita sunngguh beruntung mempunyai seorang tua, yang arif bijaksana. Yang selain menurunkan kebijaksanaan dan "pengaroh" dari leluhur. Juga memiliki nature smart seperti seorang tua yang nama aslinya Bandi Anak Ragae.

Menjadi pertanyaan: Setelah Apai Janggut. Siapa penerusnya? (Rangkaya Bada)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url