3 Tonggak Sejarah Tanah Simpang Tiga, Sekadau

 
Masiun (kiri), Ketua Pengurus CU Keling Kumang dan Munaldus (salah seorang pendiri CU KK) pada acara pelatakan batu pertama dan pemberkatan lokasi kantor CU Keling Kumang BO Sekadau Bersatu, 25 Maret 2024.

SANGGAU NEWS : Areal tanah "Simpang Tiga" Sekadau yang stratregis ini punya kisahnya sendiri. Dalam rentang sejarah, terdapat 3 tonggak penting sampai dengan kepemilikannya sekarang yang jatuh kepada Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK).

Tonggak Sejarah 1: Dayak In Action dan Gedung PD di Sekadau

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terbentuklah asosiasi Dayak In Action di Putussibau. Gerakan ini didirikan oleh sejumlah guru, dengan F.C. Palaunsoeka sebagai pemimpinnya, yang juga seorang guru sekolah. 

Peran penting dalam pembentukan gerakan ini dimainkan oleh seorang Pastor Jawa, A. Adikardjana. Dalam waktu setahun, asosiasi ini berkembang menjadi Partai Persatuan Dayak (PPD). Pada bulan Oktober 1946, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) menunjuk tujuh anggota PPD menjadi anggota Dewan Kalimantan Barat. Setengah dari anggota dewan administratif Daerah Khusus Kalimantan Barat berasal dari PPD, termasuk tokoh-tokoh seperti Oevaang Oeray, F.C.Palaoen Soeka, Lim Bak Meng, dan AF Korak, di antara lainnya.

PPD mengadopsi posisi ambivalen terhadap Belanda, berupaya bekerja sama dengan NICA untuk memperkuat posisinya sambil kritis terhadap 'gangguan' Belanda dalam urusan Dayak. Pada Pemilu parlemen 1955, PPD berhasil memperoleh 146.054 suara nasional (0,4% suara nasional) dan satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dari Kalimantan Barat. PPD juga memenangkan 33,1% suara dalam pemilihan dewan provinsi Kalimantan Barat pada tahun yang sama.

Dari hasil kemenangan PPD ini, beberapa kantor dan asrama PD didirikan di Pontianak dan kota-kota penting di Kalimantan Barat, termasuk di Sekadau, yang menjadi saksi dan simbol pergerakan masyarakat Dayak untuk berdaulat secara politik dan keluar dari ketertinggalan.

Tonggak Sejarah 2: Tanah dan Gedung PD dihibahkan ke Gereja

Kunjungan pertama Pater Edmundus Grijsbers, OFM.Cap ke kampung Janang Ran pada September 1940 memberi motivasi bagi para Pater Kapusin dari stasi Sanggau yang sering mengunjungi daerah Mualang. Mgr. Valenberg memisahkan Stasi Sekadau dari Stasi Sanggau pada tanggal 1 Januari 1950 dan menugaskan Pater Nazarius, OFM.Cap sebagai pastor. Karena tempat penginapan (Pastoran) belum ada, P. Nazarius menumpang di Rumah Persatuan Daja (PD) di Sekadau.

P. Donatus Dunselman dan Br Cosmas membeli tanah untuk membangun tempat tinggal pastor dan gereja. Stasi Sekadau memiliki anggaran sendiri untuk pembangunan tempat tinggal pastor, gereja, dan karya pastoral. Pada tanggal 1 Januari 1951, P. Donatus Dunselman ditetapkan bersama P. Nazarius menjadi pastor di Stasi Sekadau.

Setelah dihibahkan ke pihak Gereja Katolik pada tahun 1960-an, Tanah Simpang Tiga digunakan untuk mendirikan SMPK St.Gabriel pada tahun 1968 dan SPG St.Paulus Sekadau pada tahun 1971. Para penghuni asrama PD dipindahkan ke Asrama Putra St.Gabriel setelah gedung SMPK selesai dibangun sekitar tahun 1973.

Tonggak Sejarah 3: Tanah Simpang Tiga diserahkan ke CU Keling Kumang

Pada tahun 2012, setelah sekitar 50 tahun digunakan oleh Keuskupan, Tanah Simpang Tiga diserahkan ke CU Keling Kumang untuk kepentingan pengembangan bidang ekonomi kerakyatan. 

Tanah Simpang Tiga, Sekadau, karena memang letaknya di simpang tiga.

Keputusan ini diambil setelah pertimbangan matang oleh para petinggi di CU Keling Kumang, dengan tetap mengikuti semangat awal hibah tanah tersebut, yaitu untuk kepentingan masyarakat banyak. 

Langkah ini juga sesuai dengan harapan pemerintah Kabupaten Sekadau agar tanah tersebut segera difungsikan, demi mencegah kesan lahan terlantar di pusat kota Sekadau.

  • R. Musa Narang

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url