Flamboyan Kembali Berbunga: Proses Kreatif Novel Perdana Saya



SANGGAU NEWS : Bulan berujung "er"  biasanya musim hujan. Titik-titik air membasahi bumi. Merayapi setiap tanah dengan lembutnya. Sedemikian rupa, sehingga memunculkan bunga-bunga yang segar. 

Pada ketika itu, flamboyan menjadi saksi bisu dari proses kehidupan alam yang sedang berlangsung. Di mana kelopak-kelopak bunga pun mulai mekar dengan anggunnya.

Flamboyan berbunga

Pepohonan flamboyan berbunga dengan penuh semangat, memenuhi udara dengan warna merah menyala yang begitu mempesona. Sinar matahari menyinari kelopak bunga yang mengambang di udara, menciptakan panorama alam yang begitu memesona.

Baca Kopi Sebagai Life Style

Dalam keindahan alam yang memikat ini, tumbuhlah inspirasi untuk sebuah kisah yang akan merajut benang merah di antara lekuk-lekuk bunga flamboyan dan suara angin yang lembut.

Sebuah novel lahir di tengah-tengah pesona ini, menjadi saksi bisu perubahan dan kehidupan yang mengalir seperti sungai yang membelah Nusa Indah.

Bunga flamboyan yang memberi inspirasi.

Setting lokus novel

Malang, kota dingin di Jawa Timur, jadi setting novel ini. Kisahan roman tentang relasi tidak biasa antara dosen - mahasiswa. Dan cinta semena-mena yang tidak mengenal kata selesai, dan terus harus diperjuangkan. 

Juga tentang predestinasi. Hereditas. Dan nasib yang bisa diubah, namun takdir menetukan lain.

Baca Ngayau: Novel Sejarah Ketika Dayak Selalu Menang

Banyak istilah filsafat yang membungai tata kalimat dan menghiasi alinea. Maklum anak baru belajar filsafat masih sok pamer pengetahuan yang sebenarnya saat itu baru seujung kuku item. 

Kisah ini bukan hanya tentang musim flamboyan yang berbunga, tetapi juga tentang warna-warni kehidupan di Nusa Indah, Ende, Flores, pada tahun 1987.

Judul novel ini menjadi manifestasi dari pesona yang menyelimuti penulis pada musim itu. Sebuah judul yang mencerminkan keindahan alam, kaya dengan nuansa musim dan tempat yang unik. Dengan demikian, lahirlah novel perdana yang memaparkan keajaiban Nusa Indah, Ende, Flores, pada tahun di mana flamboyan mekar begitu memukau.

Ilustrasi sampul

Dalam suasana kampus STFT Widya Sasana di Malang, Ipong Purnama Sidhi, seorang mahasiswa yang penuh semangat dan kreativitas, menemukan inspirasi untuk menulis novel di tengah-tengah kesibukannya. Ipong bukanlah penulis yang terpaku di depan meja, tetapi ia menemukan kegairahan dalam mengekspresikan ide-idenya selama mendengarkan kuliah.

Novelnya berkembang dari ilustrasi yang dikerjakan bersama teman-temannya di kampus. Ilustrasi tersebut menjadi pendorong bagi imajinasi Ipong, membukakan pintu ke dalam dunia yang ia ciptakan dalam novelnya. Sederhana pada awalnya, namun dengan setiap kata yang tertulis, cerita itu tumbuh dan berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam.

Ipong mengungkapkan kejujuran melalui kata-kata yang ditorehkannya. Meskipun ditulis di sela-sela waktu kuliah, ia selalu menyempatkan diri untuk mengambil jarak, mengedit, dan menyempurnakan setiap aspek cerita. Ia menyadari bahwa proses penulisan adalah suatu perjalanan yang melibatkan pengalaman dan refleksi, bukan sekadar menulis sebaris kata.

Selama perjalanan penulisan ini, Ipong tidak hanya menemukan kepuasan dalam kreativitasnya, tetapi juga menggali lebih dalam tentang dirinya sendiri. Novel ini menjadi cermin dari perjalanan pribadinya, seiring pertumbuhan dan perubahan yang dialaminya selama masa perkuliahan.

Baca Helmi Yahya : 3 Kesalahan Orang Pintar

Dengan dedikasi dan ketekunan, Ipong berhasil menyelesaikan novelnya. Karya yang muncul dari sederhana, diolah melalui waktu dan ketelatenan, menjadi bukti bahwa inspirasi bisa muncul dari mana saja, bahkan di tengah kesibukan kampus.

Novel ini bukan hanya sekadar hasil tulisan, tetapi juga sebuah karya kolaboratif dengan teman-temannya yang terlibat dalam ilustrasinya. Bukti bahwa kreativitas bisa tumbuh dan berkembang lebih baik ketika dipertemukan dengan ide-ide dari berbagai sumber.

Kisah ini mengajarkan bahwa proses penulisan adalah perjalanan yang unik dan personal, penuh dengan kejutan dan penemuan diri. 

(Masri Sareb Putra)

***

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url