"Ngayau" bersama Piet Pagau di Jakarta (1)

  • Piet Pagau yang tampan dan tinggi besar (kiri) bersama Masri: ngayau zaman now di Jakarta.

Piet Pagau. 
Nama yang tidak asing lagi, terutama di kalangan insan layar lebar dan entertainment. Namun, di balik sorotan panggung, terdapat kisah hidup yang penuh warna dan kompleksitas yang patut diceritakan.

Di Jakarta, penulis bersama "Om Piet" pernah bersama-sama aktif di Seksi Seni Budaya Forum Dayak Jakarta. Kedayakannya tetap terjaga baik, meski berhadapan dengan kehidupan yang penuh dengan "cross culture" bahkan ia sendiri menjalani hidup dalam peredaan itu. 
Baca Forum Dayak Kalimantan Barat Di Jakarta (FDKJ) Hidupkan Seni Budaya Dayak Di Ibukota

Di Jakarta, dalam berbagai event Dayak, Piet Pagau tampil dengan pakaian khas Dayak. Ia selalu menjadi pusat perhatian.

Kehidupan pribadi yang rumit, peran-peran ikonik dalam dunia akting, serta perjalanan politiknya yang menarik, semua itu adalah bagian dari kisah hidup Piet Pagau. Tak ubahnya seperti skenario kehidupan. Yang kerap diperankannya dalam film-film laga kolosal yang sangat mengesankan.

Cerita ini adalah bukti bahwa kehidupan seseorang tidak pernah bisa disederhanakan menjadi sekadar label atau profesi. Mengapa. Piet Pagau misalnya, adalah contoh nyata bagaimana seorang  anak manusia bisa menghadapi berbagai dinamika kehidupan dengan integritas dan semangat yang luar biasa.

Piet Pagau, salah seorang aktor dan politikus Indonesia, adalah salah satu tokoh yang memiliki kisah hidup yang menarik. Lahir pada tanggal 23 Februari 1950, ia telah menjalani perjalanan hidup yang penuh dengan drama, tantangan, dan prestasi.

Kehidupan pribadinya adalah bagian dari cerita yang begitu kompleks. Pada tanggal 30 September 1980, Piet mengikat janji suci dengan penyanyi dan aktris terkenal, Rita Zahara. Pernikahan mereka membawa kebahagiaan dengan kelahiran delapan anak, satu di antaranya adalah seorang anak angkat yang mereka sayangi sepenuh hati. 

Namun, kilas bahagia itu redup. Ketika Rita meninggal dunia pada tanggal 8 Maret 2007, akibat penyakit pengapuran tulang yang merambat ke sarafnya. Kehilangan ini merobek hati Piet dan keluarganya.

Toh demikian, kisah hidup Piet menjadi semakin kompleks ketika di antara tahun 1993 dan 1994, ia terlibat dalam pernikahan siri dengan seorang wanita. 

Piet Pagau adalah contoh nyata dari sosok yang melintasi batasan-batasan kehidupan. Ia adalah seorang pria dengan banyak cerita untuk diceritakan: dari drama dunia hiburan, hingga drama keluarga yang mengharukan. Hingga drama di pentas politik yang penuh dengan tantangan. 

Piet Pagau bukan hanya terkenal karena kehidupan pribadinya yang penuh drama. Ia juga memiliki catatan karier yang mengesankan di dunia akting. Sejak tahun 1982, ia telah tampil di berbagai film dengan berbagai peran yang beragam. 

Dari film-film dokumenter hingga film-film aksi, Piet Pagau telah meninggalkan jejaknya di layar lebar dan memukau penonton dengan bakat aktingnya yang luar biasa.

Bukan hanya sebagai seorang aktor, Piet juga mencoba peruntungannya di dunia politik. Pada tahun 2002, ia berani mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Barat untuk periode 2003-2008. 

Selain itu, Piet juga ikut bersaing untuk kursi Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) periode 2006-2010, meskipun akhirnya kalah dalam pemilihan tersebut. Piet juga pernah menjadi anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPD Partai Demokrat Kalimantan Barat, memberikan kesempatan padanya masuk dalam dunia politik.

Dengan cerita hidup yang begitu berliku-liku, Piet Pagau adalah contoh nyata dari sosok yang melintasi batasan-batasan kehidupan. Ia adalah seorang pria dengan banyak cerita untuk diceritakan: dari drama dunia hiburan, hingga drama keluarga yang mengharukan. Hingga drama di pentas politik yang penuh dengan tantangan. 

Perjalanan hidup Piet Pagau adalah cerminan dari berbagai aspek kehidupan yang sering kali penuh warna dan kompleksitas, membuatnya menjadi sosok yang tidak mudah dilupakan dalam sejarah Indonesia.

Ngayau bersama Piet Pagau
"Ngayau."
Awalnya, kata ini bermakna mencari kepala musuh, sebuah praktik menakutkan yang menjadi bagian penting dalam budaya suku Dayak pada masa lalu (Ukur, 1971; Lontaan 1975, Masri 2010).

Namun, seiring berjalannya waktu, konsep "ngayau" tidak stagnan. Ia mengalami empat perubahan besar. Pertama, "ngayau" berubah menjadi mengumpulkan trofi dalam dunia olahraga, menjadi semacam perburuan prestasi yang mendebarkan.

Kemudian, konsep ini berkembang lagi menjadi membajak tenaga terampil. Ini adalah dorongan untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan, sebagai bentuk perburuan yang lebih intelektual.

Tapi yang paling menarik adalah bagaimana "ngayau" bertransformasi dalam era modern ini. Sekarang, "ngayau" tidak lagi hanya tentang perburuan fisik atau pengetahuan terbatas. Di ibukota Jakarta, lebih dari 3.000 warga Dayak dari Kalimantan Barat bersatu dalam Forum Dayak Jakarta (FDKJ).
Baca Forum Dayak Kalimantan Barat Di Jakarta (FDKJ) Hidupkan Seni Budaya Dayak Di Ibukota

Dalam FDKJ, Piet Pagau dan Masri adalah dua sosok yang menjaga Seksi Seni Budaya Dayak. Keduanya berusaha memberi aktualisasi "ngayau" di era modern. Mereka menekuni, sekaligus meghidupi seni dan budaya untuk mengentaskan literasi, menghapuskan kebodohan, dan mengatasi keterbelakangan yang telah lama menghantui suku Dayak.

Dayak membawa semangat "ngayau". Yang kini berarti: mencari ilmu pengetahuan, keterampilan, dan mempertahankan hak ulayat serta kedaulatan suku Dayak, menggunakan teknologi modern seperti gadget, HP, dan laptop sebagai senjata-senjata untuk mencapai tujuan mulia ini.

Seiring berjalannya waktu, "ngayau" telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar tradisi perburuan kepala. Ngayau menjadi semacam semangat perjuangan untuk meningkatkan kualitas hidup dan masa depan yang lebih baik bagi suku Dayak di dunia yang terus berubah.* (Masri Sareb Putra)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url