Etnis Tionghoa Di Sanggau: Sejarah Pecinan di Bumi Daranante (4)

  • Warung nasi Acai, favorit warga yang ingin ciak peng di Sanggau. 
Pada tulisan yang lalu, kita telah berjumpa dengan Lim San

Ia seorang sederhana. Teringatlah kita akan cerita silat Tiongkok kuno. Lim San ini pandai sekali menyembunyikan kekayaannya. Ia pasti bukan dari golongan Pouw-kai-ong seperti tokoh dalam cersil Kho Ping Hoo.

Di pasar-pasar Sanggau yang dahulu dikuasai "orang Cina", kini tak terdengar lagi sapaan yang demikian itu. 

Tentang asal usul bagaimana orang Cina dari Tiongkok merebut laut Cina Selatan, menembus malam, memutar matahari untuk sampai ke Sanggau; sudah dikisahkan pada Bagian pertama serial tulisan ini. Hal itu tidak akan diulang lagi. Selain hanya akan membosankan, biar pembaca mengklik kembali tulisan yang lalu ini.
Baca Etnis Tionghoa Di Sanggau : Bagian 1 Dari 10 Tulisan

Tapi agar pembaca tidak terlalu penasaran. Biarlah sekilas dinukilkan lagi tentang Sanggau versi Cina yang berikut ini: Dalam karakter aksara Cina, Sanggau tertulis 桑高. Sementara dalam dialek Hakka disebut Sîang-ngau.

"Zaman telah berubah. Kami kini Sanggaulah tanah-air kami. Ke mana lagi kami akan lari lagi? Kami lahir di sini. Makan di sini. Mati pun di sini," kisah Lim San.

Sesekali mata Lim San menerawang. Ke suatu arah tertentu. Hingga ke ujung sana. Terpanah sampai jauh, menyusur sudut gerbang Kamponk Tionghoa. Nun, di belokan jalan Jenderal Sudirman. 
Baca Kamponk Tionghoa Di Sanggau

Di antara Kantor Polres Sanggau - Kantor Bupati Sanggau. Kini bangunan di situ berdiri megah. Padahal sebelum pertengahan tahun 1980-an tempat itu adalah kuburan cina.

Asal tahu saja. Yang namanya "kuburan cina" meski tertata apik, kadangala angker juga. Bulu kuduk bisa berdiri bila melewatinya.

Di sinilah dahu kala pekuburan besar-besar. Namun ketika pemerintah daerah akan mendirikan kantor bupati, kuburan ini digusur. Tulang belulang dipindahkan. Tentu dengan upacara khas budaya Tionghoa.
Baca untuk menyibak wawasan sejarah Anda Daranante, Wangsa Majapahit Dari Labae Lawae (Sukadana)

Nama-nama para toke besar pasar Sanggau, seperti: Banteng, Kitono, Akim, Among, Alin, Acin; masih tertera pada ingatan generasi tua. Yakni mereka yang kini usianya di atas kepala 6.

Ada lukisan pemandangan alam. Yang terpampang pada diorama yang menghiasi dinding-dinding toapekong Tridarma. Sebuah lukisan alam. Yang menggambarkan kisah perjalanan nenek moyang orang Cina ke Sanggau ribuan tahun lalu.

SanggauNews masih berada sekitar Klenteng Tridarma yang berlokasi di Jalan Kartini, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas. Kota Sanggau pada siang hari itu sang matahari khatulistiwa menyengat. Agustus bulan panas. Embusan angin dari arah tepian Sungai Kapuas tak mampu mengusir rasa gerah. 

Di samping klenteng Tridarma. Ada restoran Cina (di sini pas penggunaannya, padanan Chinese). Acai namanya. Kuliner yang identik dengan masakan khasnya. Masuk ke restoran ini, sapaan ramah mendahului sajiannya yang dikenal supercepat.

"Makan apa, koh?" tanya ncik ncik. Dari gaya bicaranya, perempuan tengah baya ini adalah kasirnya restoran. Koki restoran Cina, biasanya laki-laki.

"Nasi campur!" jawab SanggauNews. Lugas. Tanpa ba bi bu lagi. Maklum kampung tengah minta diisi. Lagu keroncong telah mengocok perut. Maklum. Seharian sibuk di klenteng.

Sembari membunuh jenuh. Sambil menunggu menu pesanan hidangannya tiba. Alangkah baiknya ke belakang. Amboi indahnya. Sungguh mempesona. Di depan mata terhampar luas dari sini pemandangan alam. 

  • Panorama Sungai Kapuas, sudut bidik dari belakang warung nasi Acai, Sanggau.
Sngai Kapuas membentangkan pesonanya. Kemarau tiba, mengisap air sungai sepanjang 1.143 km kilometer itu sampai separuhnya. Mengalir sampai jauh. Akhirnya ke laut. Tepat di ujung pinggir kota Pontianak. Sungai Kapuas bertemu dengan Laut China Selatan.

Sejenak kami tercenung. Angan pun melayang. Ke masa ratusan tahun silam. Baru saja menyaksikan pemandangan alam. Yang terpampang pada diorama yang menghiasi dinding-dinding toapekong Tridarma. Sebuah lukisan alam. Yang menggambarkan kisah perjalanan nenek moyang orang Cina ke Sanggau ribuan tahun lalu.

O la la! Beginilah jejak sejarah. Dan sejauh itu, dan sesulit itukah nenek moyang orang Tionghoa datang ke Sanggau?
Baca Etnis Tionghoa Di Sanggau : Bagian 2 Dari 10 Tulisan

Sungguh suatu keberanian yang luar biasa! Dan demikianlah seturut riset sejarah. Bahwa salah satu syarat mutlak sejarah: ada cerita komunitas. Ada artefaknya. Atau, setidak-tidaknya, ada Pecinan. Inilah fakta sejarah!

Tionghoa Sanggau telah memenuhi syarat sejarah!

Di belakang resoran yang menghadap aliran Sungai Kapuas. SanggauNews sempat memotret panorama ujung lepas pantai Kapuas. Di mana sekilas tampak Pancur Aji. Di sana dulu, seorang polisi pernah tenggelam karena ngebut membawa speed boaat-nya.
Baca Etnis Tionghoa Di Sanggau : Bagian 3 Dari 10 Tulisan

  • Sosis, salah satu menu favorit warnas Acai.
Tanpa terasa, hidangan pun telah siap. Ciak dulu. Kisah tentang Tionghoa Sanggau kita lanjutkan lagi, nanti. *)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url