Fitriani, Menjemput Mimpi --> Cerpen Masri Sareb Putra

Kota Medan petang itu dilumuri bias sinar mentari. 

Orang-orang lalu lalang di kampus. Beberapa berjalan tergesa-gesa. Para mahasiswi menutupi wajah mereka dengan buku. Meski dari rumah telah menggunakan sun block, tapi mereka takut kulitnya yang glowing dikusamkan matahari.

Fitriani duduk di bawah pohon beringin di taman kampus. Tangannya dengan jari lentik mengenggam secarik kertas yang berisi kabar dari orang tuanya. 

Isi surat itu membawa kejutan besar untuknya. Bahwa mereka telah menjodohkannya dengan Teguh Kirana, sahabatnya sendiri yang tinggal di Jakarta. Hatinya berkecamuk, campur aduk perasaan yang tak terdefinisikan. Rasa penasaran akan sosok Teguh dan perasaan yang mulai tumbuh di hatinya membuat Fitriani tak menentu.

Kirana, di sisi lain, sedang berada di kamar kosnya di Jakarta. Wajahnya yang ceria sedikit teduh saat membaca surat kabar tentang keberhasilannya mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Jepang. 

Kirana adalah seorang yang berbakat, dan kesempatan ini adalah pintu bagi impian yang ia genggam erat. Namun, di tengah kebahagiaannya, satu pertanyaan tak henti mengusik pikirannya; bagaimana dengan Fitriani?

Suatu hari, Fitriani memutuskan untuk menemui Teguh di Jepang. Dengan tekad yang tak tergoyahkan, dia mengambil langkah besar dalam mencari jawaban atas kebimbangan hatinya. Ia berusaha mencari informasi tentang Jepang, menemui kenalan yang bisa membantunya sampai akhirnya ia berhasil menemukan cara untuk bertemu dengan Teguh.

Bertemu di tanah yang jauh dari Medan dan Jakarta, Fitriani dan Teguh saling memandang dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Kejutan dan senyum bahagia terpancar dari wajah mereka. Perasaan canggung segera larut dalam percakapan yang penuh tawa dan keakraban.

Di tengah-tengah perbincangan, Fitriani merasa hatinya semakin tenang. Teguh bukanlah sosok yang menakutkan, tetapi justru ia menemukan sifat-sifat yang membuatnya semakin tertarik. Teguh, di sisi lain, merasa senang dan terhormat karena Fitriani bersedia datang sejauh itu untuk mengenalnya lebih baik.

Sebuah jalinan cinta yang bersemi di kota-kota berbeda. Namun, bagai sungai dan samudera: tak ada batas lagi. Keduanya bersatu dalam satu ikatan yang tak terpisahkan.

Setelah beberapa waktu berlalu, Fitriani dan Teguh semakin dekat. Mereka berdua tak hanya menemukan cinta, tetapi juga teman sejati dalam satu sama lain. Fitriani mulai melupakan keraguan tentang perjodohan tersebut dan Teguh pun semakin yakin bahwa Fitriani adalah cinta sejatinya.

Kisah mereka semakin menghangat ketika Kirana pulang dari Jepang setelah menyelesaikan kuliahnya dengan gemilang. Ia senang mendapati sahabatnya dan Teguh telah menjalin hubungan yang begitu indah. Ia memberikan restu dan doa terbaik untuk mereka.

Pernikahan Fitriani dan Teguh menjadi peristiwa yang penuh sukacita. Di balik senyum bahagia yang mereka tunjukkan, ada janji untuk saling mendukung dan memahami satu sama lain. Fitriani tetap mengejar mimpinya menjadi seorang profesor. Sedangkan Teguh kini dengan tulus mendukungnya.

Perjalanan hidup mereka tidak selalu mulus. Teguh mungkin sempat meragukan keputusannya saat awal-awal Fitriani meniti karier sebagai seorang profesor. Namun, cinta yang tumbuh di antara mereka membuat Teguh menyadari betapa pentingnya untuk saling percaya dan mendukung impian masing-masing.

***

Setelah kabar bahwa Fitriani ingin mengejar gelar profesor sampai ke telinga Teguh, ia merasa cemas dan khawatir. Teguh merasa bahwa jika Fitriani menjadi lebih pintar darinya, mungkin nanti akan ada kesenjangan antara mereka. Ketakutan bahwa Fitriani akan menjadi sombong dan tidak lagi menghargai dirinya sebagai suami membuat Teguh merasa terombang-ambing dalam perasaannya.

Teguh, yang awalnya tidak mendukung Fitriani untuk mengejar gelar profesor, merasa bahwa tindakannya mungkin terlalu berlebihan ketika meminta penerbit untuk menghentikan mencetak buku Fitriani, terutama karena bukunya hampir selesai dan hanya tinggal 40 halaman lagi. Tapi ketika kekhawatiran dan rasa cemas menguasainya, Teguh tak mampu mengendalikan diri.

Namun, Fitriani bukanlah tipe wanita yang mudah menyerah. Ia memutuskan untuk mencari cara agar karyanya tetap bisa diterbitkan. Dengan hati yang teguh, Fitriani mencari dukungan dari teman-teman di lingkungan akademisnya. Lewat salah seorang temannya yang mengenal dosen di Palangka Raya bernama Theresia, Fitriani memperoleh kontak penerbit lain yang bersedia menerbitkan bukunya.

Tak menghiraukan kesulitan dan rintangan yang dihadapinya, Fitriani mengerahkan segala daya dan upayanya untuk menyelesaikan bukunya. Setelah usahanya membuahkan hasil, bukunya akhirnya terbit, dan Fitriani pun berhasil meraih gelar profesor.

Ketika Fitriani resmi dikukuhkan sebagai profesor, Teguh merasa bangga dan kagum atas dedikasi dan keuletan istrinya. Ia menyadari bahwa cintanya terhadap Fitriani tidak pernah berkurang, malah semakin mendalam. Melihat Fitriani yang begitu bersemangat mengejar impian dan sukses dalam karirnya membuat Teguh semakin terpikat.

Dengan tulus, Teguh meminta maaf atas kelancangannya dan mengakui bahwa kekhawatirannya dulu hanyalah ketakutan yang tidak beralasan. Ia menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang saling mendukung dan menghargai, bahkan ketika pasangan berbeda bidang atau keahlian.

***

Akhirnya, buku Fitriani berhasil terbit, dan dia meraih gelar profesor. Semua tercapai berkat kerja kerasnya dan dukungan dari suami tercinta. Teguh pun belajar dari kesalahan masa lalunya dan bersumpah akan selalu mendukung Fitriani dengan sepenuh hati.

Kini, Fitriani menjadi seorang profesor di Jakarta dan tengah menyelesaikan buku keduanya. Rumah tangga mereka bahagia, dan dua orang anak yang lucu mengisi setiap harinya dengan tawa dan keceriaan. 

Cinta di antara Fitriani dan Teguh semakin mengukir kenangan indah seiring berjalannya waktu. Mereka berdua tahu bahwa cinta sejati adalah tentang saling mendukung dan tumbuh bersama, menghadapi segala rintangan dengan penuh keyakinan.

Cinta sejati? Memangnya ada cinta sejati?

Tidak ada yang namanya "cinta sejati" itu. Mengapa? Sebab kedua insanlah, yang mengusahakannya.

Seperti  Fitriani dan Teguh. Di mana cinta menemukan jalannya, meski kadang dihadang badai di tengah jalan. Bagaimana Fitriani dan Teguh saling melengkapi, membawa kebahagiaan, dan membina keluarga yang penuh kasih sayang. 

Sebuah jalinan cinta yang bersemi di kota-kota berbeda. Namun, bagai sungai dan samudera: tak ada batas lagi. Keduanya bersatu dalam satu ikatan yang tak terpisahkan. *)

Ide cerita dari: Dr. Syahfitri Purnama.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url