Lambut: Seharian Debat tak Menghasilkan Beras Sejumput pun


Profesor Lambut tidak asal keluar siul. 

Cendikiawan berusia 96 tahun, tapi otak masih waras. Sekolah di sekolahan peninggalan Belanda, ditolak sekolah di Yogya, karena kala itu Indonesia baru merdeka dan Kalimantan belum bergabung dengan Indonesia. 

Seharian berdebat, tidak menghasikan beras sejumput pun

Mengomentari debat Capres, katanya, "Seharian berdebat, tidak menghasikan beras sejumput pun."

Profesor Lambut, dengan latar belakang sekolah di peninggalan Belanda, mungkin telah mengalami berbagai tantangan dan perubahan selama masa transisi Indonesia menuju kemerdekaan. Ia terlibat dalam perjuangan politik atau sosial pada zamannya. Oleh sebab itu, punya pengaruh yang luas terhadap perkembangan pendidikan di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tegah.

Pengalaman ditolaknya untuk sekolah di Yogyakarta bisa menjadi titik balik penting dalam hidupnya. Bagaimana Profesor Lambut mengatasi rintangan tersebut? Mungkin dia mencari alternatif pendidikan atau terlibat dalam aktivitas yang mendukung perubahan sosial dan politik.

Pendidikan Belanda
Pendidikan di sekolah peninggalan Belanda juga dapat memberikan wawasan tambahan ke dalam pemikiran kritis dan pendekatan multidimensional terhadap masalah-masalah dunia. Bagaimana Profesor Lambut menggunakan pengetahuannya untuk memberikan kontribusi pada masyarakat setelah itu?

Dirinya yakin bahwa hal itu bisa dilakukan melalui edukasi. Karenanya, sampai usia 96 tahun Lambut masih bersemangat terlibat dalam penelitian atau pendidikan yang memiliki dampak positif pada generasi penerus.

Onderwijs
Lambut adalah profesor emeritus di bidang Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat. Ia peduli pada kualitas dan kuantitas onderwijs, pendidikan, orang-orang Dayak.

Pendidikan, atau dalam bahasa Belanda disebut Onderwijs, dianggap sebagai salah satu jalur utama untuk meningkatkan taraf kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, Profesor Lambut memilih menapaki jalur pendidikan hingga mencapai usia sembilan tahun, dengan tujuan membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kalangan masyarakat Dayak. Perjalanan ini menggambarkan tekad dan dedikasi beliau terhadap pembangunan melalui pendidikan. Sebagai seorang profesor emeritus, dedikasi Lambut terhadap pendidikan patut diacungi jempol dan dapat menginspirasi banyak orang. Khususnya, fokus beliau pada pengembangan sumber daya manusia Dayak menunjukkan perhatian mendalam terhadap perkembangan masyarakatnya sendiri.

Kesungguhan Lambut dalam mengabdikan diri di dunia pendidikan membuatnya layak menjadi sosok yang patut dihormati dan dijadikan teladan. Lambut bukan hanya seorang pendidik, tetapi juga seorang pembimbing dan pionir perubahan dalam masyarakat Dayak. Kiprahnya menjadi semacam pemandu bagi generasi muda, mengilhami mereka untuk mengejar impian mereka melalui jalur pendidikan.

Profesor Lambut bukan sekadar figur akademis, tetapi juga pahlawan pendidikan yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kualitas hidup dan potensi manusia di kalangan masyarakat Dayak.
(Rangkaya Bada)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url