Pada Awal Mula: Dayak dan Sinan (Senganan) Itu Satu

 

Kubah Tempayan Terbalik Masjid Jami
Kisah Kubah Tempayan Terbalik Masjid Jami, Sekadau : Potret relasi Dayak - Senganan.

SANGGAU NEWS : DAYAK - Sinan (Senganan) di Sekadau, Kalimantan Barat. Adalah praktik terbaik. Jika Anda ingin menyaksikan. Sekaligus mengalami kebersatuannya. Tentang asal mula terminologi "Senganan". Dan mengapa Dayak, jika memeluk Islam, dikatakan: Bukan Dayak (lagi). Dikatakan bahwa dia telah torojutn ko ai' - terjun ke air. Dalam makna apa kebukanannya?

Hilang kisah, timbul cerita. Pomula' aku, pomula' gak orang tua --kata orang Sekadau. Artinya: apa yang saya kisahkan ini murni datangnya dari orang tua. Jika kata-kata saya ada yang salah, maka itu juga kesalahan orang tua.

Syahdan, beberapa kampung besar di kawasan Nanga Sekadau awalnya merupakan pemukiman orang Dayak Kematu (Ketungau). Ketika memeluk Islam pada 1705, mereka menyebut diri "Senganan." 

Baca Sanggau Dan Penduduknya Era Pengaruh Hindu-India Pra Abad XIV

Dalam bahasa setempat, "Torojutn ke aik (terjun ke air). Asal mafhum saja. Bahwa di Sekadau, Sanggau, dan sekitarnya Senganan adalah alias bagi orang Dayak yang tidak lagi makan babi dan minum tuak karena mengikuti perintah syariat.

Senganan di sekitar Nanga Sekadau adalah orangorang Dayak yang memeluk agama Islam pada masa Pangeran Kadar berkuasa (Ishar, 2014: 222-224). Pangeran Kadar berkuasa sejak 1705-1740.

Adanya model tajau (tempayan) terbalik pada kubah sebuah masjid. Bukti pertemuan Dayak - Senganan yang memeluk Islam. Bagi kami. Warga Kalimantan Barat. Tak ada dikotomi etnisitas dan keyakinan.

Kita bisa bahas apa saja dari angle yang sama. Entah Anda. Saya dididik, dan dilatih, cara berpikir kritis-rasional. Dengan belajar filsafat formal selama 6 tahun. 4 tahun S-1 dan 2 tahun S-2. Seluruh tujuh cabang filsafat, saya belajar dan ujian pula.


Maka yang ada dalam benak saya adalah konsep mengenai 
causa prima. Berlatar konsep itu, saya datang ke lokus bersejarah ini. Sekadau. Kota kenangan. Saya SMA dan menghabiskan masa remaja yang indah di sini.


Kemudian, saya baru menyadari. Setelah diminta Perkumpulan Ayoung Tao Ketungau untuk meneliti dan menulis asal mula, migrasi, dan persebaran terkini salah satu rumpun Ibanik itu. Bertemulah saya dengan topik "tempayan terbalik" yang jadi kubah masjid Jami Sekadau ini.


Senganan di sekitar Nanga Sekadau adalah orangorang Dayak yang memeluk agama Islam pada masa Pangeran Kadar berkuasa (Ishar, 2014: 222-224). Pangeran Kadar berkuasa sejak 1705-1740.


Beberapa kawasan sentra di Sekadau, misalnya Sungai Ringin, Munggu, Tanjung, dan seberang Kapuas saat ini dihuni oleh warga Senganan. 


Identitas kampung raja sebagai Kematu Senganan terlihat dari kubah masjid Jami, yang pendirian awalnya dimulai oleh Pangeran Kadar, di mana di atas kubah itu ada tajau terbalik.


Dari penjelasan pihak Keraton Sekadau, sebagaimana yang disampaikan Abang Mohamad Firman kepada HiPontianak (Mariana, 2019), tajau adalah tempat orang Dayak menyimpan tuak. Namun, ketika Dayak di sini memeluk Islam maka tuak tidak lagi diminum, sehingga tajau itu dibalik.

Baca Babai Cinga Tinggal Dan Berasal Dari Tampun Juah


Ketika Pangeran Kadar naik takhta, Pangeran Agung yang menolak kekuasaannya memilih berpindah ke Seberang Kapuas, ke kawasan Lawang Kuari. Ketika pindah, Pangeran Agung tidak pergi sendirian. Ia membawa orang-orang yang setia kepadanya, karena bagaimana pun dia adalah Putra Mahkota. 


Dalam cerita rakyat yang populer di kawasan Sekadau, Pangeran Agung dan pengikutnya menjadi orang bunian. Mereka menempati kawasan Lawang Kuari.


Konon, Pangeran Agung pun mendirikan Rumah Panjang yang dalam pelafalan orang Sekadau disebut Betang Panyang. Betang ini ada di sekitar Lawang Kuari. Lawang Kuari terhitung masih satu gugusan dengan Munggu (bukit) Betung dan Munggu Semabi. Secara visual bisa dilihat dari steher di bawah pasar Sekadau.


Ada cerita yang tersebar di kalangan masyarakat, bahwa lubang gua Lawang Kuari tembus ke kawasan Munggu Semabi.


Di Munggu Semabi. Ada durian-durian yang disebut durian "orang Kedah". Durian yang berusia antara 300–400 tahun sekarang ini ditunggu oleh warga Semabi yang saat ini Senganan.

Baca Etnis Tionghoa Di Sanggau : 130 Tahun Di Bumi Daranante


Di munggu ini pula. Ada beberapa tempat yang merupakan area jelajah orang Ketungau di Sungai Kedah pada masa Ngayau, misalnya Batu Penantik. Karena tempat ini merupakan area jelajah mereka di masa mengayau, kemungkinan hanya mereka yang berani menjejakkan kaki di sana, karena berkaitan dengan wilayah kekuasaan.


Orang Ketungau di Sungai Kedah membangun pemukiman di bantaran Sungai Kedah. Namun, area jelajah mereka berburu dan meramu, sampai ke perbatasan dengan Benawas di Munggu Semabi. Rimba Tawang Manaek adalah rimba orang Kedah yang berada tidak jauh dari Munggu Semabi. Saat ini, rimba itu sudah menjadi perkebunan kelapa sawit.


Dari jejak-jejak tembawang durian di Bukit Semabi ini, kedatangan orang Ketungau di Sungai Kedah hampir seusia dengan perpindahan kelompok Kematu ke muara Sungai Sekadau. Ditengarai menjelang abad ke- 17. Atau sudah berlangsung sekitar 350 tahun (sampai dengan 2023).


Ingin mengetahui kisahnya hingga tuntas?


Anda dapat meneruskan membaca Masri dan Damianus Siyok (editor) dalam Dayak Ketungau Tesaek (Lembaga Literasi Dayak, 2021: 139-150). 

--Rangkaya Bada


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url