Masa Depan IKN dan Ancaman Percepatan Deforestasi Borneo

  

Ancaman deforestasi Borneo oleh industrialisasi dan nanti keberadaan IKN.
sumber ilustrasi: https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0101654


SANGGAU NEWS : "Myanmar gagal pindahkan ibukota negara. Gara-gara warganya enggan pindah ke calon Ibu Kota barunya itu. Akankah kita seperti itu?"

Demikian trending topic di sebuah grup WA. Yang dengan bersemangat menakar-nakar peluang: jadi tidak, mau tidak, diteruskan tidak nanti rancangan pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) pasca pemerintahan Jokowi?

Baca MAF Dan Misi Kemanusiaan Di Perbatasan Kalimantan Utara

Apa pun yang terjadi, begitu kesimpulan grup WA itu, "Kita harus siap. Jangan jadi penonton.

Siap, jangan jadi penonton
 
Meski tidak bisa langsung terlibat, tepatnya 'dilibatkan' oleh Jokowi dalam IKN, kita adalah tuan rumah. 

Tidak menjual tanah, mempertahankan hutan adat warisan nenek moyang sejak semula jadi, adalah juga suatu keterlibatan yang aktif.

Pasca pemerintahan Jokowi, IKN memang menjadi tanda tanya besar. Nasibnya mengikuti jejak Myanmar, makin mengangakan celah. Apalagi, kini bulat air di buluh agaknya telah mulai pecah. Pecah kongsi kian terasa. Sedemikian rupa, sehingga IKN bukan lagi fokus utama yang menjadi isu nasional.

Pada tahun 2005, pemerintah Myanmar mengumumkan rencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Yangon (sebelumnya dikenal sebagai Rangoon) ke Naypyidaw. 

Pemindahan ibukota Myanmar makdusnya sama dengan Indonesia. Dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan meningkatkan efisiensi pemerintahan. 

Naypyidaw dibangun dari awal sebagai ibu kota yang baru, dengan infrastruktur modern, kantor pemerintah, dan bangunan-bangunan pemerintah lainnya.

Namun, ada banyak spekulasi dan perdebatan tentang apakah penduduk Myanmar sebenarnya enggan untuk pindah ke Naypyidaw. Pemindahan ini dilakukan secara tiba-tiba dan relatif tidak terduga, dan penduduk mungkin tidak memiliki banyak pilihan dalam masalah ini. 

Tidak menjual tanah, mempertahankan hutan adat warisan nenek moyang sejak semula jadi, adalah juga suatu keterlibatan yang aktif dalam IKN. Suatu waktu, jika harga tanah melambung, itu adalah investasi juga. 

Beberapa laporan dan sumber menyatakan bahwa banyak orang yang bekerja di pemerintahan mungkin terpaksa untuk pindah ke Naypyidaw untuk menjaga pekerjaan mereka, meskipun mereka mungkin memiliki keraguan awal.

Baca Patung Keling Kumang Di Tapang Sambas Dan Misteri Batang Tepus

Selain itu, isu-isu seperti kurangnya fasilitas umum, kurangnya akses ke pendidikan dan layanan kesehatan yang baik, serta isolasi geografis Naypyidaw telah membuat beberapa orang merasa tidak nyaman dengan pemindahan ibu kota ini. Namun, alasan mengapa warga Myanmar "enggan" pindah ke Naypyidaw sulit diukur secara objektif.

Sejak saat itu, situasi politik dan sosial di Myanmar telah mengalami perubahan signifikan, termasuk krisis politik dan konflik, yang mungkin memengaruhi pandangan orang terhadap pemindahan ibu kota tersebut. 

Oleh karena itu, pernyataan tersebut dapat dilihat sebagai kontroversial dan dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang yang digunakan.

IKN seperti Myanmar?
Kita tidak bisa spekulasi bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) bernasib seperti Myanmar pasca pemerintahan Jokowi. Itu sebabnya, salah seorang petinggi melempar gagasan. 

Untuk menjajaki kemungkinan, potensi, termasuk hambatan-hambatan. Semacam analisis SWOT begitu. Jika misalnya, kami pun turut berpartisipasi "meramaikan" dan menjadi pelaku dari kepindahan IKN kita ke Kalimantan Timur.

Tapi itu baru rencana.

Baca Tongkat Ali Kopi Instan: Malaysia Berjaya

Silang sengketa pendapat pun, tak bisa dihindari, bersliweran. Ada pro. Dan yang kontra. Itu biasa.

Problematika IKN
Problematika yang pertama, tentu saja, pemindahan IKN bukan hal sederahana. 

Memindahkan penduduk yang padat penduduknya ke tempat penduduk yang sedikit penduduknya, bukan memindahkan barang.

Penampakan kawasan hutan Kalimantan, the heart of Borneo dari atas awan. Kami memotretnya dari ketinggian terbang pesawat MAF. Tempat pemukiman/ klaim tanah adat orang Dayak.


Tanah dan hutan adat, bagaimana?
Di Kalimantan, dikenal tanah adat, tanah ulayat.

Tanah yang diklaim masyarakat adat, sejak Indonesia belum terbentuk. Dan bisa kita lihat, dari 1973-2010, yang tetap hijau lestari adalah wilayah yang dihuni dan dimukimi penduduk lokal, Dayak.

Tidak ada deforestasi.Tidak ada merkuri dan pencemaran lingkungan akibat penambangan.

Problematika kedua, terkait dengan masa depan IKN pasca pemerintaha Jokowi. Meskipun telah ditetapkan melalui undang-undang,IKN bisa saja tidak dieruskan oleh presiden terpilih berikut yang masih menjadi tanda tanya besar.

Problematika ketiga, pendanaan. Jika Komisi Anggaran DPR yang akan datang berselisih pandangan dengan Pemerintah, dan investor menarik diri, maka masa depan IKN menjadi ancaman serius.

Ancaman deforestasi
Dapat dipastikan, seiring dengan kepindahan IKN, akan terjadi deforestasi besar-besaran nanti. 

Industrialisasi, penambangan, serta areal lahan untuk perkebunan; akan semakin menambah Borneo merah kawasannya. Hijau semakin tergerus oleh keterbukaan dan berbagai kegiatan atas nama pembangunan.

Dalam pada itu, Program Transmigrasi, telah banyak ditolak di Kalimantan. Dianggap tidak adil. Banyak demo terjadi di Kalimantan menampik transmigrasi, sebagai program.

Bayangkan!

Kepada transmigran disediakan lahan, biaya transmigran ditanggung, diberi sertifikat tanah, dan dijamin hidupnya selama beberapa tahun.

Di pihak lain, penduduk setempat tidak diberikan kepemilikan sertifikat.

Maka transmigrasi, sebagai program, telah mendatangkan masalah. Bukan mengatasi masalah.

Yang aman dan baik adalah: transmigrasi spontan. Ini menurut teori.

Jika perpindahan penduduk spontan, terjadi atas mekanisme-pasar dan alamiah, bisa jadi, masalah lebih dapat dieliminasi.

Baca Susana Herpena: Literasi Politik Kaum Perempuan Dan Upaya Menghapus Citra Minor 4-M Perempuan Di Masa Lalu

Kini tanah di sentra dan area dekat IKN, terjadi masalah. Sertifikat ganda. Dan sebagainya.

Sedemikian rupa, sehingga memindahkan penduduk sebagai program; menjadi tidak mudah.

Terutama di saat semua serba transparan. Masyarakat telah sadar akan hak-haknya. Dan bisa melawan apa yang dirasa menginjak-injak hak dan diperlakukan tidak adil.

Ada sebuah spanduk terpampang. Dengan tulisan, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Hargai adat istiadat kami!"

Apakah artinya? Agaknya, kita belum paham betul.

Meski demikian. Migrasi penduduk ke IKN, dengan segala pelik persoalan yang mengiringinya, jadi salah satu kendala.

Kita lihat saja. Kita seperti Myanmar. Ataukah Malaysia?

Jika IKN jadi pindah ke Kalimantan Timur, adalah keniscayaan bahwa industri, perkebunan, sektor riil dan berbagai mega-proyek akan eksis di sana. 

Baca Bipang Ambawang Dan Viral "Promosi" Jokowi

Patut mulai saat ini kita memikirkan mengenai eksistensi dan keberlanjutan penduduk lokal. Nasib para pewaris sah hutan, tanah adat, warisan leluhur yang mereka pangku selama beribu tahun; bagaimana?

Hal yang tak bisa dipungkiri adalah semakin lekasnya proses deforestasi. Kini praktik berladang telah diperbolehkan perturan dan undang-undang. 

Nasib penduduk asli
Akankah para peladang tradisional ini menjadi juru-tanggung deforestasi? Sementara pihak yang melakukan deforestasi hanya menjawab?

Melihat gejala semakin merajalelanya perusahaan dan pertambangan masuk bumi Borneo, dan intens melakukan "pembangunan" yang kadang berlawanan dengan cara-cara dan nilai tradisional. Kita merasa sungguh khawatir. 

Save Our Soul (SOS) bumi Borneo! Silakan camkan tautan ini dengan saksama. Dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya! 

Camkan dengan saksama fakta ini: Four Decades of Forest Persistence, Clearance and Logging on Borneo

Hutan asli Borneo telah mulai rusak oleh penebangan selektif, kebakaran, dan konversi menjadi perkebunan dalam skala yang belum pernah terjadi sejak industri ekstraktif berbasis skala industri dimulai pada awal tahun 1970-an. 

Meski demikian, masih ada "harapan" untuk menyelamatkan keaslian dan keasrian hutan Borneo. Siapa? Penduduk setempat yang selama ribuan tahun terbukti menyelamatkannya.

(Rangkaya Bada)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url