Asmin Laura Hafid, Bupati Nunkan Membuka Acara di Krayan dengan Menyumpit

 

Pada zaman dahulu, suku Dayak mengenal sebuah senjata yang sangat berarti bagi kehidupan mereka, yakni Sipet atau Sumpitan. Senjata ini menjadi simbol keahlian dan ketangkasan mereka dalam berburu serta dalam pertempuran. 

Sipet memiliki bentuk bulat dengan diameter sekitar 2 hingga 3 cm, dan panjangnya mencapai 1,5 hingga 2,5 meter. Di tengah-tengah Sipet, terdapat sebuah lubang dengan diameter sekitar ¼ hingga ¾ cm yang berfungsi untuk memasukkan anak Sumpitan, yang disebut Damek.

Sumpitan menjadi alat penting bagi suku Dayak dalam menaklukkan buruan atau bahkan berperang. Ujung atas Sipet dilengkapi dengan tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam dengan cermat. Selain itu, ada tempat khusus bernama "telep" yang digunakan untuk menyimpan anak-anak Sumpitan.

Dulu, Sumpitan selalu menjadi sahabat setia orang Dayak dan selalu menemani mereka kemanapun pergi. Bagi mereka, Sumpitan bukan sekadar senjata, tapi juga melambangkan keahlian, ketangkasan, dan kesigapan dalam menghadapi berbagai situasi.

Tak heran jika saat ini, meskipun zaman telah berganti dan teknologi semakin maju, Sumpitan tetap dipandang sebagai simbol kesigapan bagi suku Dayak. Seperti halnya orang modern membawa handphone atau gadget untuk bekerja, Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid dalam kunjungan kerjanya ke Krayan, melakukan sebuah upacara "nyumpit" dengan menargetkan balon untuk pecah, sebagai simbol resmi pembukaan acara. Pecah balon, pecah pula aral yang melintang.

Tradisi "nyumpit" ini mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal suku Dayak yang tak pernah pudar seiring berjalannya waktu. Kehadiran Sumpitan, bahkan dalam acara resmi pun, mengingatkan orang akan pentingnya menghargai dan melestarikan warisan budaya nenek moyang kita.

Mungkin teknologi telah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia, namun keunikan dan keindahan tradisi seperti Sumpitan akan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas suatu budaya. 

Dengan mengetahui dan menghargai warisan budaya ini, kita dapat menghormati serta belajar dari kearifan orang-orang sebelum kita, dan meneruskannya kepada generasi mendatang. Sehingga, meskipun zaman terus berubah, jiwa dan semangat Sipet atau Sumpitan akan selalu hidup dan terus menginspirasi di tengah-tengah masyarakat modern yang semakin maju.

Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid dalam kunjungan kerjanya ke Krayan, melakukan sebuah upacara "nyumpit" dengan menargetkan balon untuk pecah, sebagai simbol resmi pembukaan acara. Pecah balon, pecah pula aral yang melintang.

Suasana riuh rendah memenuhi acara resmi tersebut saat Bupati Laura berhasil melesatkan anak mata sumpit dengan presisi yang memukau tepat mengenai sasaran. Sorak sorai hadirin menyambut momen tersebut dengan gemuruh kegembiraan. Rasa bangga dan puas memancar dari wajahnya yang berseri-seri, seolah menegaskan betapa pentingnya melestarikan tradisi dan warisan budaya suku Dayak.

Dalam momen tersebut, Bupati Laura tampak mengalihkan pandangannya ke sekitar hadirin dengan senyum tulus di wajahnya. "Bisa juga saya nyumpit," cetusnya dengan nada riang, menandakan betapa dia telah menyesuaikan diri dengan tradisi dan nilai-nilai suku Dayak. Tepuk tangan meriah dari semua tamu undangan menyemarakkan kegembiraan yang tak terbendung.

Bukan hanya sekadar memecahkan balon, nyumpit yang dilakukan oleh Bupati Laura melambangkan lebih dari sekadar kecakapan menembak. Ia mengungkapkan semangat inklusivitas dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal, dengan ikut serta dalam acara yang dihiasi oleh keahlian tradisional suku Dayak.

Dalam momen itu, Bupati Laura juga mengingatkan semua orang tentang pentingnya mengenali dan menghormati warisan budaya nenek moyang kita. 

Di tengah era modern yang serba canggih, Bupati Laura dengan bangga menunjukkan bahwa tradisi dan kearifan lokal tetap relevan dan memiliki tempat dalam masyarakat yang semakin maju.

Acara tersebut tak hanya menjadi perayaan kesigapan suku Dayak dan keahlian Bupati Laura dalam melesatkan sumpit, tapi juga menjadi momen inspiratif bagi semua hadirin. 

Pesan yang disampaikan dengan jelas, bahwa mempertahankan identitas budaya adalah tugas bersama, dan kesemangatan tersebut perlu diwariskan pada generasi mendatang.

Momen yang berkesan itu menjadi saksi betapa pentingnya melestarikan dan menghargai warisan budaya suku Dayak, dan bagaimana satu individu, seperti Bupati Laura, dapat menjadi duta dalam mempromosikan kekayaan budaya lokal. 

Semangat itu diharapkan akan terus membaur dalam kehidupan sehari-hari. Membawa seberkas cahaya bagi masa depan yang lebih cerah dan harmonis di antara keberagaman budaya Indonesia.*)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url