Sekolah Dukun Dayak Tempo Doeloe

 

Daoed, dukun terkenal di wilayah Jangkang dan sekiyarnya jelang dan sesudah kemerdekaan dalam buku Mijn Leven met de Daya's 1938 - 1974. Dok. Herman van Hulten,1983. Pada caption, dalam bahasa Belanda tertulis "de grote doekoen in die tijd" yang artinya: doekoen/pemimpin besar pada waktu itu.

SANGGAU NEWS : Sekolah Dukun Dayak tempo doeloe. Adakah? Memang ada!

Sebelum dikenalnya sekolah formal saat ini, orang Dayak pernah memiliki sekolah dukun. Sekolah dukun akhirnya hilang seiring dengan perkembangan zaman. Hanya saja, Sekolah Dukun kalah bersaing dengan sekolah formal yang masuk ke kampung-kampung Dayak hingga pedalaman. 

Sekolah Dukun

Salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya sekolah dukun adalah alumni sekolah formal lebih menjanjikan masa depan yang lebih baiak. Lulusan sekolah formal pada masa lalu bisa meningkatkan status sosial seperti dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil atau ABRI, sedangkan sekolah dukun tidak bisa dijadikan pegangan untuk menjamin masa depan.

 Umumnya dukun hanya bekerja saat dipanggil atau ada event tertentu sedangkan sehari-hari mereka tetap bekerja sebagai peladang dan penoreh karet untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sekolah dukun mengalami masa jayanya saat Orang Dayak masih tinggal di Rumah Betang. Beberapa subsuku Dayak memiliki tempat khusus untuk study, contohnya rumah Baluq pada Dayak Bidayuh. Didalam Baluq tersedia lengkap alat-alat perdukunan pada masanya. S

Beragam ilmu diajarkan kepada para muridnya. Para murid sekolah tersebut selain diajarkan beragam mantra untuk berbagai keperluan, juga diajarkan ilmu silat dan pengobatan dengan menggunakan tumbuhan dan hewan yang ada dihutan. Dongeng-dongeng dan hikayat dayak juga ada daiajarkan.

Setelah daiajarkan dasar-dasar perdukunan para murid diajarkan untuk bertapa di tempat-tempat angker untuk menambah ilmu dan menguji mental supaya lebih berani. Untuk murid yang berbakat (mungkin saat ini kita kenal dengan indigo) pasti akan selalu bertambah ilmu saat bertapa karena dia selalu bisa berkomunikasi dengan makhluk spiritual.

Saat bertapa mereka diharapkan untuk bisa bertemu dengan dengan makhluk spiritual. Dengan berkomunikasi dengan makhluk tersebut maka mereka akan bertambah ilmunya. Pada masa pertapaan tersebut masing-masing murid mendapatkan ilmu yang berbeda satu sama lain. 

Diajarkan untuk membuat alat peraga

Selain itu, mereka juga diajarkan untuk membuat alat peraga untuk setiap even. Alat peraga itu kini dikenal dengan alat peraga Adat. Selian alat peraga mereka juga diajarkan tip dan trik untuk meningkatkan sugesti kepada pasien yang datang. Pembuatan alat peraga ditempat praktik juga diajarkan.

Setelah lulus mereka bisa magang pada dukun sakti atau membuka praktek sendiri. Seorang murid yang tidak puas akan ilmu yang didapatkan akan mencari dukun yang dianggap sakti untuk menambah ilmunya. Dukun sakti tidak akan secara cuma-cuma memberikan ilmunya sehingga murid perlu memberikan sesuatu untuk menarik hati gurunya menurunkan ilmunya. 

Strata dukun

Setelah lulus para murid harus bisa membuktikan dirinya sebelum bisa mendapat gelar dukun. Dukun itu sendiri memiliki strata antara dukun junior dan senior, tetapi dukun junior akan dianggap hebat jika mampu membuktikan kesaktianya sehingga membuat masyarakat kagum dan akan selalu dipanggil saat ada event yang diselenggarakan.  

Seiring perkembangan jaman sekolah dukun mulai ditinggalkan dan ilmu perdukunan hanya diteruskan oleh anak cucu mereka, tidak lagi kepada orang lain. 

Penulis mendapatkan informasi ini dari narasumber yang pernah ikut sekolah itu dan usianya sudah diatas 80 tahun.

-- Anton Surya

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url