Merilyn: Perempuan Dayak yang Berani Meneliti, Menulis, serta Mempublikasi Fridolin Ukur dan Karyanya



Dosen wajib menulis agar terindeks Google Scholar dan terindeks Webometrix pemeringkatan perguruan tingginya di dunia.

Merilyn nama panggilannya.

Singkat saja. Namun, nyali perempuan ini panjang. Ia telah berani menulis biografi seorang Doktor, pendeta, penyair, juga sastrawan kawakan, Fridolin Ukur (2016). Buku berbilang halaman 219 itu dicetak dan diterbitkan Lembaga Literasi Dayak.

Lahir di Palangka Raya pada tanggal 13 April 1978, untuk ukuran dosen, ia terbilang masih muda. Merilyn adalah anak ke-5 dari 6 bersaudara yang merupakan hasil pernikahan antara Holdae Nanyan (almh) dan A. I. Yohannis (alm). Pada tanggal 10 Januari 2009, ia menikah dengan Pdt. Tom Chandra, dan dari pernikahan ini, mereka diberkati dengan seorang putra yang bernama Ray.

Merilyn menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN 2 Tangkiling dan lulus pada tahun 1990. Selanjutnya, ia melanjutkan ke SMPN 1 Tangkiling dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1993. 

Fridolin Ukur saja disegani dalam khasanah teologi kontekstual, puisi, sastra, dan etnologi. Jika ada perempuan Dayak yang "berani" memasuki kehidupan. Sekaligus meneliti, kemudian menerbitkan kiprah perjalanan seorang Ukur, tentu luar biasa.

Merilyn kemudian melanjutkan ke SMAN 3 Palangka Raya dan meraih kelulusannya pada tahun 1996. Ia juga meraih gelar sarjana S-1 dari Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis (STT GKE) di Banjarmasin pada tahun 2001. Gelar sarjana S-2 dengan predikat cum laude berhasil dicapainya dari South East Asia Graduate School of Theology (SEAGST) di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta) pada tahun 2008.

Setelah menyelesaikan masa vikariat selama dua tahun dari 2001 hingga 2003 di Resort GKE Pangkalan Bun, Merilyn ditahbiskan menjadi pendeta Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) pada tahun 2003 dan diutus untuk melayani di Resort GKE Kasongan. Setelah menyelesaikan pendidikan di STT Jakarta, ia kembali diutus untuk melayani di Resort GKE Puruk Cahu dan kemudian di Resort GKE Tapin Bini.

  • Karya Merilyn, bawi itah.

Sejak tahun 2010, Merilyn memulai karier sebagai pengajar di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya. Hingga saat ini, ia masih aktif dalam peran tersebut. Selain menjadi pengajar, ia juga aktif di beberapa organisasi masyarakat, seperti Koordinator Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Regional Kalimantan Tengah-Selatan dan sebagai Sekretaris Badan Pengurus Daerah (BPD) Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi (PERUATI) Kalimantan Tengah.

Selain buku ini. Merilyn juga telah berkontribusi dengan menulis beberapa buku yang telah diterbitkan, antara lain:

  1. "Tanah (dan) Air yang (Akan) Hilang di Balai Riam" dalam buku yang diedit oleh Budi Susanto, berjudul Ge(mer)lap Nasionalitas Postkolonial (2008).
  2. "Palaku: Resistensi Perempuan Dayak Ngaju terhadap Penguasaan Tanah" dalam buku yang merupakan Penghormatan Kepada Marie Claire Barth-Frommel dalam rangka HUT Ke-90 (2017) dari Perempuan Berteologi Feminis di Indonesia.

Fridolin Ukur dihormati di berbagai bidang, seperti teologi kontekstual, puisi, sastra, dan etnologi. Jika seorang perempuan Dayak memiliki keberanian untuk memasuki kehidupannya dan menyelidiki serta menerbitkan perjalanan hidup seorang Ukur, itu tentu merupakan prestasi luar biasa. 

Dan perempuan yang berani itu adalah Merilyn. *)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url