Kerajaan Sanggau (3)


Menulis dan masuk ke alam masa lampau Sanggau ratusan, bahkan ribuan tahun yang silam, tanpa merujuk buku ini; rasanya ada yang kurang.
Baca Kerajaan Sanggau (1)

Rasanya bagai sayur tanpa sengkubak. Jika orang Indonesia, atau orang timur pada umumnya, ibarat makan belum nasi. Belum benar-benar makan. Terasa lapar terus. Meski perut terisi. Baru disadari bahwa sebutir nasi pun belum diasup.

Maka di kalangan penulis, peneliti, antropolog, tokoh masyarakat, akademisi, munsyi, serta peminat masalah sejarah sosial Sanggau; buku ini menjadi acuan yang penting. Banyak di antara penulis dan tokoh masyarakat mencari buku langka yang tidak dicetak kembali ini meski ada cara menggunakannya dengan benar. 

Tidak dianjurkan memfotokopi buku sebab hal ini melanggar Pasal 72 Undang-Undang  Nomor 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. Namun data digital buku ini cukup jadi hadiah hiburan, meski pasti tidak sepuas punya ori-nya.

Dahulu di Anjungan Kalimantan Barat, Taman Mini Indonesia Indah, ada gerai toko menjual buku ini. Tapi kini telah ludes. Paling orang yang ingin memilikinya mencari di jagad maya. Di kalangan bibliofili (penggila buku). Redaksi pernah melakukannya. Dan mendapati buku asli karya Lontaan (1975) ini dari seorang kolektor buku di Medan, Sumatera Utara. Asli. Namun, dibanderol dengan harga yang tidak biasa. Meski demikian, jika ditimbang antara cost dan benefit, masih banyak manfaatnya.

Fotokopi?
Lebih baik beli asli, bagaimana pun, berapa pun harganya. Tidak dianjurkan menggandakan secara gelap. Ini praktik yang kurang terpuji. Selain pasti tidak puas, memiliki dan menggnakan KW-2. 
Baca Kerajaan Sanggau (2)

Buku dengan bilangan jumlah halaman 601 ini pasti lumayan merogoh isi kantong jika terpaksa digandakan dengan mesin fotokopi. Selembar a rp 1.000 saja biaya fotokopinya, kalikan saja dengan 601 halaman plus jasa/ biaya menjilidnya.

Tidak dianjurkan fotokopi sebab hal ini melanggar Pasal 72 Undang-Undang  Nomor 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. 

Jadi bagaimana?
Data digital seperti ini "lumayanlah". Meski, sebagai penulis sejati, kita merasa kurang pede. Sebab bukan ori yang dijadikan acuan. *)
Jangan lewatkan Sejarah Sanggau

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url