Kain Tenun Ikat Ensaid Panjang: Pesona Keindahan dan Para Penenunnya

Corak kain tenun ikat Ensaid Panjang. Foto: Kris Lukas.

Kain tenun adalah hasil seni dan budaya suku Dayak di Desa Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang. Proses kreatifnya dimulai dengan memilih serat kapas sebagai bahan baku utama. Dahulu, masyarakat Dayak menggunakan serat nenas hutan yang memiliki kualitas benang sangat baik.

Serat kapas

Setelah bahan dipanen, langkah berikutnya adalah mencuci dan memutihkan serat untuk menghilangkan kotoran. Serat yang bersih kemudian dicelup dalam pewarna alami dari tumbuhan. Proses ini tidak hanya memberikan warna pada benang, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam.

Benang yang telah diwarnai kemudian dipintal secara manual oleh penenun berpengalaman. Mereka menyusun benang tersebut sesuai pola yang telah dirancang, mencerminkan nilai-nilai budaya, mitos, dan hubungan dengan alam sekitar.

Proses ikat adalah langkah penting berikutnya, di mana benang diikat sesuai pola yang diinginkan. Proses ini adalah kunci dalam menciptakan kain tenun ikat yang unik. 

Keterampilan mengikat

Setelah diikat, benang ditenun menggunakan alat tenun tradisional, membutuhkan keterampilan dan ketelitian tinggi untuk memastikan pola terbentuk dengan baik.

Kain tenun ikat yang sudah selesai ditenun kemudian dijemur hingga kering dan melalui proses finishing seperti pemotongan tepi dan penyelesaian detail lainnya. Filosofi dalam kain tenun ikat Desa Ensaid Panjang mencerminkan hubungan erat antara manusia dan alam, dengan pola-pola yang menggambarkan makna spiritual, mitos, dan nilai-nilai budaya Dayak.

Keunggulan kain tenun ikat Dayak asli ini terletak pada penggunaan benang dan pewarna alami dari tumbuhan, serta proses pembuatan yang masih menggunakan metode tradisional yang disebut kain besuoh. Motif kain mencerminkan alam, hewan, atau tanaman penting dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak. Kain ini sering digunakan dalam upacara adat dan memiliki makna sakral.

Kain tenun ikat Desa Ensaid Panjang memiliki potensi besar. Selain sebagai produk budaya berharga, kain ini dapat mendukung pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Sintang. Wisatawan dapat tertarik untuk memahami proses pembuatan kain tenun, filosofi di balik desainnya, dan membeli produk kain tenun sebagai oleh-oleh.

Produksi kain tenun juga bisa menjadi sumber penghasilan utama bagi masyarakat lokal, membantu menjaga keberlanjutan budaya Dayak, serta ramah lingkungan karena menggunakan bahan alami. Kain tenun ikat Ensaid memiliki keunikan dalam desain, warna, dan filosofi yang diwujudkan dalam setiap kain. Motif-motif menggambarkan cerita, mitos, atau nilai budaya Dayak yang menarik bagi pembeli yang mencari karya seni otentik dan berharga.

Dibuat secara manual makanya mahal

Kain tenun ikat ini dibuat secara manual dengan alat tenun tradisional dari kayu dan bambu, dikenal sebagai 'gedokan'. 

Pembuatan kain berukuran kebat (seukuran taplak meja) biasanya memakan waktu sekitar satu bulan, sedangkan kain berukuran kumbu (seukuran selimut) bisa memakan waktu hingga enam bulan. 

Motif-motifnya terinspirasi oleh elemen-elemen seperti tumbuhan, hewan, sungai, dan hutan yang merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Ensaid, Sintang.

Motif-motif ini diwariskan turun-temurun dari generasi tua ke generasi muda. Meski motif baru terkadang muncul, gaya motif tetap berakar pada tradisi yang ada, sehingga tidak terlalu berbeda dengan motif sebelumnya yang sangat tradisional. 

Keunggulan produk tradisional terletak pada penggunaan bahan alami dan proses pembuatan yang tetap mempertahankan metode tradisional, memberikan keaslian yang tidak ditemukan pada kain tenun modern yang menggunakan bahan dan pewarna kimia.

-- Ruma Kencana

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url