12 Warga Amerika Menikmati Batu Ruyud Writing Camp dan Menambahkan Bongkah Batu pada Tumpukan

Penampakan warga Amerika yang menikmati proses mengangkat dan mengangkut batu dari Fe' Milau ke tumpukan Batu Ruyud, sekitar 30 meter.

SANGGAU NEWS : Batu Ruyud Writing Camp? Di mana gerangan berada?

Asal tahu saja. Selain di Ubud, Makassar, dan Jawa; masih ada pusat literasi nasional. Yakni Batu Ruyud Writing Camp yang diinisiasi oleh penggerak literasi nasional Dr. Yansen Tipa Padan, M.Si. Serta dibantu dijadikan sebagai kamp literasi oleh "3 jagoan literasi nasional", yakni Masri Sareb Putra, Pepih Nugraha, dan Dodi Mawardi.

Batu Ruyud Writing Camp pertama kali "dipakai" oleh 14 pegiat literasi nasional. 

Selama seminggu, mereka bersama warga Krayan berliterasi di lokus ranch luas nan asri itu. Selain menampilkan acara baca-tulis, baca puisi, pelatihan menulis, temu-guru, serta diskusi; Batu Ruyud Writing Camp I yang berlangsung 27 Oktober - 3 November 2022.

Sudut pandang Yansen TP

Dr. Yansen TP, M.Si., pemilik kawasan ranch Batu Ruyud di Fe' Milau, Krayan, Kalimantan Utara, punya sudut pandang yang cukup menyentak. Ia mengungkapkan perbedaan sikap yang mencolok antara orang Amerika dan orang Indonesia dalam kegiatan dan proses menghasilkan tumpukan batu-batu pada inskripsi Batu Ruyud Writing Camp.

Yansen TP.

"Orang Amerika mengambil dgn semangat. Orang Indonesia merasa menjadi beban," catat Yansen dalam WAG Batu Ruyud Writing Camp I hari ini (22/05-2024).

Ke-12 warga Amerika yang berpetualang ke bumi Krayan adalah Jordan Marsh, David Revell, Rebekah Payne, Esther McKaig, Christin Wisniewski, Wesley Bowles, Jonathan Gross, Katie Johnson, Marcus Ramirez, dan Jack Clay. Anak-anak muda ini calon pilot MAF, pekerja sosial, dan penunai misi kemanusiaan nantinya di Kalimantan. Mereka didampingi oleh Mr. Dan and Mrs. Jodi.

Perbedaan orang Amerika dan kita

Orang Indonesia cenderung merasa terbebani ketika diminta untuk ikut serta. Mereka mungkin melihatnya sebagai tugas tambahan atau tanggungan yang harus mereka penuhi. Bagi sebagian dari mereka, proyek ini mungkin dianggap sebagai kegiatan biasa yang tidak terlalu istimewa.

Mengukir nama masing-masing pada permukaan batu, agar abadi, ketika nanti jadi pondasi.

"Orang Amerika semangat membuat sejarah, orang Indonesia menganggapnya kegiatan biasa. Orang Amerika sangat konsisten dgn nilai, orang Indonesia asal jadi. Dan banyak lagi yg bisa kita simak dari foto-foto ini," papar pria kelahiran Pa' Upan, Krayan ini.

Dalam pandangan Yansen, ada perbedaan pula dalam konsistensi dengan nilai-nilai yang diyakini. Orang Amerika terlihat konsisten dengan prinsip-prinsip yang mereka anut, dan mereka berusaha untuk mencerminkan nilai-nilai tersebut dalam tindakan mereka. Sementara itu, orang Indonesia cenderung bersikap "asal jadi".

Perbedaan dalam sikap, motivasi, dan persepsi antara orang Amerika dan orang Indonesia dalam hal kecil, mengangkut dan menyusun batu di Batu Ruyud Writing Camp sangatlah mencolok. Hal itu mencerminkan perbedaan budaya dan nilai-nilai yang ada di kedua negara.

Sekadar diketahui bahwa "ruyud" dalam bahasa setempat (Lengilo') berarti: gotong royong, kerja sama, sama-sama bekerja. Batu ini simbol. Pralambang dari kerja sama. Satu tambah satu, bukan hanya 2, melainkan bisa lebih dari 2, bahkan jumlahnya nirbatas.

Filosofi Batu Ruyud adalah kerja sama, gotong royong, saling tolong; memberi dan menerima. Suatu tindakan-aksi yang lambat laun menjadi habitus. Yang akan membawa manusia kepada nilai-nilai tertinggi kemanusiaan, yakni: belarasa.

Yansen semacam "mewajibkan". Setiap orang datang ke Batu Ruyud, wajib membawa batu dari sungai Milau ke tumpukan yang sudah ada. Selain sebagai simbol gotong royong, juga bukti bahwa ia telah datang ke sini, dan berkontribusi pada jejak peradaban bernilai kemanusiaan yang sangat tinggi ini. Namanya akan dicatat oleh sejarah!

Batu Ruyud Writing Camp I

Di Tarakan, ketika menyambut dan menerima 12 tamu dari Amerika pada malam harinya sembari nyeruput teh dan minum kopi dalam suasana santai (17/05-2024), Yansen menjelaskan bahwa dahulu kala Batu Ruyud suatu wilayah yang tidak dikenal.

"Kini Googling saja! Maka Anda akan menemukan banyak narasi tentang kawasan itu. Di mana dahulu kala, 54 tahun lalu, orangtua membawa kami berjalan kaki melintasi tempat ini."

Pada inskripsi salah satu batu yang tinggi, di belakang, ada tulisan yang jelas menggambarkan kisah perjalanan Samuel Tipa Pada dan Ruslen Betung. Kedua orangtua keluarga besar Tipa Padan ini berhasil membawa anak dan cucu cicitnya keluar bukan saja dari keterisolasian secara harfiah, melainkan juga secara simbolik.

Buku yang jadi tonggak keabadian

Untuk diketahui bahwa dari Batu Ruyud Writing Camp I  telah terbit sejilid buku berjudul Menjelajahi Misteri Perbatasan: Batu Ruyud Writing Camp I, Krayan, 2022 yang ditulis 14 pekerja-kata, sekaligus pegiat literasi nasional. 

Buku dengan tebal xlviii + 222 ISBN 978-623-88971-0-0 ini diterbitkan PT Sinar Bagawan Khatulistiwa. Menjadi tonggak penting. Sekaligus berserjarah. Yang mengabadikan literasi dan Batu Ruyud dalam  narasi yang bisa dibaca dan diakses seluruh dunia. 

-- Rangkaya Bada

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url