3 Ring dan Daihatsu Terios R-MT

Seharga itulah impasnya. Ist.

SANGGAU NEWS : C'est la vie - demikian kata orang Perancis: begitulah hidup. Narasi ini faksi - fakta yang dikemas dalam sebuah jalinan kisah fiksi. Seperti sebuah cerpen, namun sungguh pengalaman sang penulisnya. Kisahan ini menggugah sanubari kita tentang manusia dengan segala pernak pernik kehidupan, dan perjuangannya, di dunia. Pengasuh mohon izin menurunkan the real story dari salah seorang Pembaca setia kita asal Sekadau domisili di Ketapang, R. Musa Narang, untuk kita hayati dan saling berbagi.***   

Pada hari itu, seperti biasa. Ramos menjalani rutinitas "check-up" kesehatan jantungnya setiap bulan di RSUD Dr. Agoesdjam Ketapang. 

Keberuntungan berpihak padanya karena rumah sakit pemerintah ini telah meningkatkan fasilitasnya, termasuk penambahan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.

Pagi-pagi buta, dia tiba di rumah sakit dengan satu misi: antri, antri, dan antri lagi. Pertama, dia mengantri sebagai pasien BPJS, lalu antri untuk menyerahkan surat rujukan dari Puskemas, dan kemudian berbaris lagi untuk mengambil berkas yang akan diserahkan ke poli jantung. Berikutnya adalah antrian pemeriksaan di poli jantung, dan akhirnya, antrian untuk mengambil obat di Apotik Jalan. Waktu yang diperlukan hampir sepanjang hari, mulai dari pukul 06.30 hingga sekitar pukul 16.00 WIB.

Mereka yang datang lebih awal mendapatkan nomor antrian muda, sementara yang datang belakangan harus puas dengan nomor antrian tua. Sayangnya, bagi yang terlambat, ada kalanya mereka tidak mendapat pelayanan karena kuota pasien harian sudah terpenuhi. Ini sangat tidak menguntungkan, terutama bagi mereka yang datang dari luar kota dengan perjalanan jauh. Bagi yang tidak dapat dilayani hari itu, mereka harus datang lagi keesokan harinya atau menunggu penjadwalan ulang. Tapi bagaimana dengan mereka yang datang dalam kondisi darurat?

Hampir lima tahun yang lalu, pada tanggal 13 Januari 2019, pada sebuah hari Minggu, Ramos mengalami kejadian yang mengubah hidupnya. 

Pagi itu, Ramos melakukan kegiatan rutinnya membersihkan sekitar rumah. Tiba-tiba, dia merasakan sesak di dada, seperti sensasi bahwa dada akan meledak karena rasa sakit yang begitu hebat. 

Biasanya, jika dia merasa sesak atau kembung seperti itu, minum air hangat bisa meredakan gejalanya. Namun, kali ini, bahkan setelah lima gelas air hangat, gejala tidak membaik malah semakin parah.

Ramos meminta isterinya, Natalia, untuk memberikan pijatan pada punggung dan dadanya, bahkan meminta untuk "dikeruk". Namun, tidak ada perubahan yang signifikan, dan Natalia mulai panik. 

Ramos meminta bantuan tetangga mereka, Andreas, yang memiliki kemampuan melakukan pijat refleksi atau pijat saraf. Namun, meskipun diurut oleh Andreas, gejalanya tidak mereda. Ramos semakin gelisah, berkeringat dingin, dan bahkan hampir pingsan.

Melihat kondisinya semakin memburuk, Andreas memberi tahu Natalia bahwa Ramos harus segera dibawa ke rumah sakit. Untungnya, RS Fatima, satu-satunya rumah sakit swasta di kota mereka, berjarang hanya 10 menit dari rumah Ramos.

Ramos tidak pingsan, tetapi dia sangat gelisah dan harus menahan rasa sakit yang menusuk dadanya saat tiba di Unit Gawat Darurat (UGD). Dokter dan perawat segera bertindak cepat, memasang berbagai kabel dan alat di dadanya.

Ramos, yang terus menahan rasa sakit tapi tetap sadar, bertanya dalam hati, "Sakit apa yang sedang saya alami?" Ternyata, dia baru saja mengalami serangan penyakit "angin duduk," yang dalam istilah medis disebut "angina pektoris," yang sebenarnya adalah gejala dari penyakit jantung. Setelah beberapa saat mendapatkan perawatan medis, Ramos mulai merasa tenang dan rasa sakitnya mereda.

Dokter dan perawat kemudian meninggalkan tempat tidurnya di UGD, tetapi kabel-kabel masih terpasang di dadanya, yang terhubung ke monitor televisi. Dia kemudian dipindahkan ke Unit Perawatan Intensif (ICU) di dalam rumah sakit. Sambil berbaring di sana, Ramos bertanya-tanya dalam hati, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan saya?"

Bagai disambar petir. Setelah tahu bahwa biaya pemasangan ring jantung melalui jalur non-BPJS adalah Rp 75 juta per ring, sehingga total biaya untuk tiga ring adalah Rp 225 juta, belum termasuk biaya perawatan, akomodasi, transportasi, dan lainnya selama di Semarang. Mereka memutuskan untuk melakukan tindakan ini di Normah Hospital, Kuching, Sarawak, Malaysia, yang harganya tidak begitu jauh berbeda dengan biaya di Indonesia. Pemasangan tiga ring jantung dilakukan pada tanggal 19 Februari 2019.

Selama lima hari, Ramos dirawat di rumah sakit swasta tersebut. Selama masa rawatannya, dia diminta untuk tetap berbaring telentang dan dilarang bangun, bahkan untuk keperluan buang air kecil dan buang air besar (BAB). 

Semua harus dilakukan dalam posisi berbaring, termasuk makan. Ini adalah pengalaman yang sangat sulit, pertama-tama, dia harus menghadapi sakit jantung, dan kedua, dia harus tetap berbaring tanpa bisa bergerak.

Seorang perawat dengan tegas mengingatkannya, "Jangan pernah mencoba untuk bangun dan pergi ke toilet, ya?" Ramos diingatkan bahwa ada kasus pasien jantung yang mencoba pergi ke toilet dan kemudian jatuh dan meninggal di sana. 

Ramos sangat sadar akan risiko ini, dan isterinya menjaganya dengan ketat. Karena itu, Ramos hanya makan sedikit setiap hari agar tidak merasa terlalu kenyang dan menghindari kebutuhan untuk BAB. Hasilnya, selama empat hari pertama, dia tidak bisa BAB sama sekali. Pada hari kelima, saat dokter mengumumkan bahwa dia boleh pulang, tiba-tiba keinginan untuk BAB datang begitu kuat. Ramos pergi ke toilet, dan begitu dia melakukannya, dia merasa lega.

Sebelum pulang ke rumah, Natalia telah mengambil resep obat yang harus dikonsumsi oleh Ramos selama satu minggu, dan dia juga dijadwalkan untuk kontrol ulang. Dokter Budi, seorang spesialis penyakit dalam, menyarankan agar Ramos melakukan katerisasi untuk melihat sejauh mana pembuluh darahnya tersumbat. Dia juga menyebutkan kemungkinan pemasangan ring jantung di masa depan. Ini adalah perubahan besar dalam hidup Ramos, yang belum lama mendengar dari dokter sebelumnya bahwa dia bisa menunda tindakan medis sampai dia merasa lebih baik dan memiliki waktu luang.

Beberapa minggu kemudian, Ramos mendengar bahwa RSUD Agoesdjam Ketapang telah mendapatkan seorang dokter spesialis jantung, Dr. Harie Cipta. Ramos memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter ini untuk mendapatkan "second opinion." Dr. Harie Cipta dengan tegas mengatakan bahwa Ramos harus istirahat total dan segera melakukan katerisasi untuk menentukan seberapa parah sumbatan pembuluh darahnya. 

Ramos akan memerlukan tiga ring jantung, dan dokter segera memberikan surat rujukan. Ini adalah berita yang mengkhawatirkannya, dan Ramos merasa terdiam oleh kenyataan bahwa ia tidak memiliki waktu luang untuk menunda tindakan medis ini.

Pada tanggal 1 Februari 2019, Ramos dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Semarang untuk berkonsultasi dengan seorang dokter spesialis jantung. Mereka menghadapi tantangan besar, terutama karena rencana pernikahan anak mereka yang akan datang. Tapi, anak-anak Ramos dengan tegas mengingatkan bahwa nyawa adalah yang terpenting, dan rencana pernikahan bisa menunggu. Ramos setuju dan memutuskan untuk mencari solusi medis sesegera mungkin.

Ramos tiba di Semarang dan berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung, Dr. Alvin Tonang, yang melakukan katerisasi. Hasilnya mengejutkan: ada tiga pembuluh darah jantung yang tersumbat, dengan tingkat penyumbatan masing-masing 98%, 84%, dan 72%. Dokter Alvin menjelaskan bahwa Ramos harus segera memasang tiga ring jantung dan menekankan bahwa menunda tindakan ini bisa berakibat fatal.

Menerima berita ini, Ramos merasa terkejut dan khawatir, tetapi dia juga merasa didorong oleh dukungan keluarganya. Mereka memutuskan untuk menggunakan dana pribadi untuk memasang ring jantung tanpa menggunakan fasilitas BPJS. 

Setelah mencari informasi, mereka menemukan bahwa biaya pemasangan ring jantung melalui jalur non-BPJS adalah Rp 75 juta per ring, sehingga total biaya untuk tiga ring adalah Rp 225 juta, belum termasuk biaya perawatan, akomodasi, transportasi, dan lainnya selama di Semarang. 

Mereka memutuskan untuk melakukan tindakan ini di Normah Hospital, Kuching, Sarawak, Malaysia, yang harganya tidak begitu jauh berbeda dengan biaya di Indonesia. Pemasangan tiga ring jantung dilakukan pada tanggal 19 Februari 2019.

Sesampainya di rumah dari Serawak, Ramos merenung. Dia menyadari bahwa impian memiliki mobil baru harus ditunda dalam waktu yang sangat lama karena pengeluaran medis yang besar ini. 

Meskipun begitu, dia merasa bersyukur masih diberikan kesempatan hidup. Dia menyadari bahwa mungkin ada tugas yang belum selesai yang harus dia lakukan, dan dia bersyukur akan kesempatan ini. Ini adalah pengalaman yang menggugah hati yang mengingatkan kita semua akan pentingnya kesehatan dan dukungan keluarga dalam menghadapi cobaan hidup.

Cerita ini adalah pengingat bahwa kesehatan adalah aset yang paling berharga, dan kita harus menghargainya. Itu juga menunjukkan bahwa keluarga adalah sumber dukungan terbesar dalam menghadapi masa-masa sulit dalam hidup. (R. Musa Narang)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url