Jangan Coba-Coba Bikin Infografik Kalimantan dan Persebaran Suku Dayak seperti Zaman Dulu!

Infografik Dayak dan persebarannya yang valid dan benar ketika itu. Sumber: Nieuwenhuis, 1894.

SANGGAU NEWS : 
Infografik persebaran suku Dayak di Kalimantan seperti zaman dulu sebaiknya tidak dicoba-coba. Mengapa demikian? Sebab pasti salah. Sekaligus mislead (menyesatkan). 

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa kondisi sosial dan demografi suku Dayak telah mengalami perubahan yang signifikan sejak zaman dulu. Dinamika, dan arus, perubahan sosial sangat cepat dan masif. Tidak seperti situasi dan kondisi dulu lagi.

Sementara itu, konektivitas sudah terbangun baik. Baik jalur darat lintasBorneo. Maupun jalur udara, meski beberapa rute penerbangan antar-provinsi di Kalimantan mesti transit terlebih dahulu di Jakarta.

Yang paling terakhir adalah dibukanya isolasi paling anyar The Hearts of Borneo, Krayan. Jalan sepanjang 147 km yang menghubungkan Malinau - Ba' Binuang adalah jalur darat yang terakhir membuka isolasi wilayah Kalimantan.

Sedemikian rupa, sehingga membuat Infografik Kalimantan dan persebaran Dayak di insula terbesar ketiga dunia, yang di era pengaruh Hindu-India disebut "Varuna-dvipa", hanya akan menyesatkan saja.

Dewan Adat Dayak (DAD) di DKI Jakarta

Di masa lalu, suku Dayak cenderung menetap di sepanjang sungai-sungai besar sebagai pusat kehidupan mereka. Namun, hari ini, mobilitas masyarakat Dayak telah meningkat secara drastis.

Mobilitas yang tinggi ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perkembangan infrastruktur dan transportasi, perubahan ekonomi, serta faktor sosial dan politik. Hal ini mengakibatkan suku Dayak tersebar luas di berbagai wilayah, bukan hanya di Kalimantan saja. Bahkan, keberadaan Dewan Adat Dayak (DAD) di DKI Jakarta menunjukkan bahwa komunitas Dayak telah merambah ke kota-kota besar di luar Kalimantan.

Selain itu, kompleksitas struktur sosial suku Dayak juga harus dipertimbangkan. Terdapat tujuh stammenras atau rumpun besar Dayak dengan lebih dari 405 subsuku yang saling bersilangan dan berinteraksi. Hal ini menambah kompleksitas dalam merepresentasikan persebaran mereka melalui infografik yang sederhana.

Pada Mubes Ikatan Cendikiawan Dayak Nasional (ICDN) di Hotel Senyiur, Samarinda, 21 September 2019 dipaparkan bilangan sukubangsa Dayak sedunia tidak kurang dari 8 juta. Angka ini didapat dari sebuah studi yang membandingkan data BPS, status animarum di parok dan keuskupan Kalimantan, dan data dari desa tempat tinggal orang Dayak.

Mencoba membuat infografik tentang persebaran suku Dayak seperti zaman dulu dapat dianggap sebagai upaya yang kurang akurat dan mungkin menyesatkan. 

Informasi tersebut kemungkinan besar tidak akan mampu mencakup semua nuansa dan dinamika yang ada dalam kehidupan masyarakat Dayak saat ini. Sebagai gantinya, pendekatan yang lebih holistik dan mendalam dalam memahami konteks sosial, budaya, dan sejarah suku Dayak akan lebih bermanfaat untuk menggambarkan realitas mereka secara tepat dan komprehensif.

Infografik zaman dulu, betul

Dalam buku In Centraal Borneo (Di Pedalaman Borneo) yang diketapengantarinya pada bulan Mei 1898 di Buitenzorg (Bogor) halaman ix, Nieuwenhuis sebenarnya memaksudkan buku tersebut sebagai “kisah perjalanan”. Namun, ia juga memasukkan data etnologi yang berhasil dikumpulkannya selama menjelajah dan masuk ke pedalaman Borneo dalam suatu perjalanan risetnya dari Pontianak ke Samarinda pada tahun 1894.

Dalam penelitian adat-istiadat Dayak di masa lalu, Nieuwenhuis sebagai peneliti asing menghadapi banyak kesulitan. 

Dalam catatannya, dia menekankan bahwa orang asing menghadapi hambatan besar dalam mempelajari adat-istiadat suku-suku yang masih berada pada tingkat perkembangan yang rendah. Nieuwenhuis menyatakan bahwa harapan untuk memberikan gambaran lengkap tentang bidang studi suku-suku Borneo Tengah yang belum terjamah ini sangatlah minim.

Kesulitan yang dihadapi oleh Nieuwenhuis tersebut memperlihatkan bahwa penelitian terhadap adat-istiadat suku-suku yang masih mempertahankan tradisi kuno mereka memang membutuhkan kerja keras dan kesabaran. Meskipun demikian, Nieuwenhuis menekankan bahwa hasil yang berhasil dikumpulkan adalah hasil dari keadaan yang sangat menguntungkan.

Catatan Nieuwenhuis

Catatan Nieuwenhuis tersebut menggambarkan betapa pentingnya kesempatan yang menguntungkan dan dedikasi yang tinggi dalam mengumpulkan data dan informasi mengenai adat-istiadat suku-suku yang masih lestari di Borneo Tengah. 

Dalam konteks ini, upaya untuk memahami dan dokumentasi budaya-budaya yang unik dan beragam di wilayah tersebut menjadi sebuah tantangan yang menarik dan berharga.

Terkait dengan penelitian adat-istiadat Dayak di masa lalu,  Nieuwenhuis sebagai peneliti asing mencatat hal yang demikian ini, 

“Kesulitan yang dihadapi orang asing dalam penelitian adat-istiadat suku-suku yang tingkat perkembangannya masih rendah begitu besar, sehingga tidak seorang pun mengharapkan bahwa sketsa-sketsa berikut ini tentang bidang studi suku-suku Borneo Tengah yang belum terjamah ini akan memberi gambaran lengkap. Hanya oleh karena keadaan yang sangat menguntungkan dapatlah saya kumpulkan begitu banyak bahan” (hlm. ix).

Meskipun Nieuwenhuis mengalami kesulitan lapangan, penyelenggaraan ekspedisi ilmiah pada tahun 1894 oleh Maatschappij ter bevordering van het natuurkundig onderzoek der Nederlandsche Kolonien dan bantuan dari residen Wester-Afdeeling van Borneo, Tuan S. W. Tromp, memungkinkan kita mendapatkan gambaran komprehensif tentang persebaran etnis Dayak pada akhir abad ke-18. 

Data itulah diungkapkan oleh Nieuwenhuis yang memetakan dengan saksama persebaran dan tempat tinggal Dayak pada waktu itu sebaimana tampak dalam Infografik. 

Infografik ini masih diverifikasi dalam ekspedisi tahun 1894 yang diberinama "Ekspedisi Kapuas - Mahakam".

Jadi, metodologi serta validasinya mengikuti langkah-langkah, kaidah, serta cara kerja ilmiah. Sedemikian rupa, sehingga --meski ada sedikit kekurang-akuratan di dalam menuliskan nama rupa-bumi, nama suku, dan nama sungai, Infografik ini tidaklah keliru sebagai sebuah "big picture" Dayak pada ketika itu.

-- Masri Sareb Putra, M.A.



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url